Friday, July 20, 2007

Mesir
Persahabatan Sejak Abad XV

FRANSISCA ROMANA NINIK & LUKI AULIA

Saat Indonesia "dilahirkan" tahun 1945, Mesir merupakan negara pertama yang mengakui keberadaan negara Indonesia. Dua tahun kemudian, Menteri Luar Negeri Agus Salim bertemu dengan Perdana Menteri Mesir Mahmoud Fahmy Pasha, dan diresmikanlah hubungan diplomatik kedua negara yang tahun ini berusia 60 tahun.

Perjalanan panjang hubungan Mesir dan Indonesia ternyata lebih lama dari 60 tahun. "Saat berbicara tentang Mesir dan Indonesia, sebenarnya kita harus kembali ke abad XV. Saat itulah hubungan kedua negara dimulai," kata Duta Besar Mesir untuk Indonesia Mohamed E Taha, Rabu (18/7), saat menggelar temu pers memperingati 60 tahun hubungan diplomatik Mesir-Indonesia di Jakarta.

Taha merujuk pada ratusan siswa Indonesia yang belajar di Universitas Al Azhar, Cairo, sejak ratusan tahun lalu. Kebanyakan siswa yang berasal dari Jawa dan Sumatera itu mendalami agama Islam dan mempelajari bahasa Arab.

Hingga saat ini, lebih dari 5.000 siswa Indonesia belajar di Al Azhar. Setiap tahun, universitas ini mengalokasikan beasiswa bagi 115 siswa Indonesia, 20 di antaranya untuk meraih gelar master dan doktor. Pertukaran dosen dan mahasiswa menjadi agenda tetap kedua negara.

Hubungan lebih erat dijalin saat Presiden Gamal Abdel Nasser bersama Presiden Soekarno dan pemimpin 29 negara Asia dan Afrika menghadiri Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 di Bandung. Hingga sekarang, keanggotaan dalam Gerakan Nonblok yang diawali dari KAA di Bandung masih menjadi pengikat hubungan Mesir-Indonesia.

"Indonesia dan Mesir sama- sama anggota berbagai organisasi internasional, seperti G15, D8, OKI, dan PBB," ujar Taha. Dengan keanggotaan di organisasi yang sama, kata Taha, banyak kesempatan bagi Mesir dan Indonesia bekerja sama dalam berbagai isu internasional.

"Indonesia dan Mesir memiliki kerja sama dalam bentuk mekanisme konsultasi politik. Mekanisme itu memungkinkan bertukar pandangan tentang isu regional dan internasional," tutur Taha, yang sudah tiga tahun di Indonesia.

Pemain kunci

Indonesia dan Mesir sama-sama pemain utama di kawasan masing-masing, Indonesia di Asia Tenggara dan Mesir di Timur Tengah.

"Kami selalu menyambut baik peran Indonesia. Indonesia memiliki kedekatan dengan negara-negara Barat dan kami berharap kedekatan itu bisa dimanfaatkan untuk mendukung perdamaian di Timur Tengah," kata Taha, merujuk pada krisis di Palestina dan nuklir Iran.

Di bidang ekonomi, Taha mengatakan, perdagangan dan investasi merupakan fokus utama hubungan kedua negara. Nilai perdagangan kedua negara saat ini mencapai 500 juta dollar AS atau sekitar Rp 4,5 triliun.

"Selama kunjungan Menteri Perdagangan Mari Pangestu, Indonesia menjanjikan peningkatan investasi di bidang industri tekstil guna mendongkrak ekspor tekstil dari Indonesia ke kawasan di sekitar Mesir," ujarnya.

Mesir memiliki perjanjian kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa, negara-negara Afrika, dan negara-negara Arab, yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan ekspor tekstil. "Kami berharap, dengan berbagai kerja sama ini, perjalanan panjang yang dimulai ratusan tahun lalu semakin mendalam," tutur Taha.

No comments: