Tuesday, March 18, 2008

China Bantah Keras Tudingan

Jumlah Korban Kerusuhan Tibet Meningkat
, Kecaman Dunia Berlanjut
Selasa, 18 Maret 2008 | 00:28 WIB

Beijing, Senin - China menghadapi meningkatnya tekanan dunia mengenai Tibet, Senin (17/3), di tengah klaim warga Tibet di pengasingan bahwa ratusan orang mungkin telah tewas dalam tindakan keras Pemerintah China terhadap demonstran di Tibet. Beijing membantah telah menggunakan kekerasan.

Dalam penjelasan resmi pertama mengenai kerusuhan di ibu kota Tibet, Lhasa, China mempersalahkan para demonstran yang memprotes Pemerintah China. Kasus itu kemudian berkembang menjadi mimpi buruk bagi humas Beijing menjelang Olimpiade.

China mengatakan telah menahan diri menghadapi protes- protes yang menjadi kerusuhan. China menuduh hal itu didalangi para pengikut Dalai Lama yang berusaha menghancurkan Olimpiade pada Agustus 2008. ”Mereka membakar atau memenggal sampai tewas 13 penduduk sipil yang tak bersalah,” kata Gubernur Tibet Qiangba Puncog di Beijing. Ia menambahkan, jumlah korban tewas naik menjadi 16 orang dan puluhan orang lainnya cedera.

Ditambahkan, pasukan China tidak melepas tembakan kepada demonstran. ”Selama protes itu (pasukan keamanan) tidak membawa atau menggunakan senjata yang mematikan,” ujar Qiangba.

Pemerintah Tibet di pengasingan, di India, mengatakan, sekitar 100 orang dan kemungkinan ”ratusan” orang telah tewas dalam tindakan keras di Lhasa dan di seluruh Tibet.

Pernyataan Qiangba juga bertentangan dengan cerita banyak saksi mata dari orang China lokal dan turis asing di Lhasa bahwa mereka melihat dan mendengar bunyi tembakan berulang kali pada hari Jumat lalu, hari protes terbesar, dan pada akhir pekan.

Walau Gubernur Tibet mengatakan tidak digunakan senjata api terhadap para demonstran di Lhasa, pasukan dikerahkan ke daerah-daerah sekitarnya untuk meningkatkan kontrol.

Otoritas China di Tibet juga telah meminta para demonstran menyerahkan diri.

Berundinglah

Tekanan internasional kepada China terus meningkat. Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice mengimbau Beijing untuk membuka pembicaraan dengan Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet yang kini dalam pengasingan di Dharamsala, India.

”Kami telah mendesak China selama beberapa tahun untuk mencari cara agar bisa berunding dengan Dalai Lama,” kata Rice kepada wartawan dalam perjalanan menuju Moskwa, Rusia. ”Saya berharap mereka masih menemukan cara untuk melakukan itu.”

India juga mengimbau tetangganya untuk mencari solusi damai pada kerusuhan itu. Seorang pejabat tinggi Inggris mengatakan, China telah mengambil tindakan berisiko dengan merusak citranya sebagai tuan rumah Olimpiade di Beijing kalau masalah di Tibet memuncak.

Namun, Rusia berharap China akan melakukan apa yang diperlukan untuk mengurangi tindakan melanggar hukum.

Departemen Luar Negeri Rusia dalam pernyataannya mengatakan, hubungan dengan Dalai Lama merupakan ”urusan dalam negeri” bagi China dan ia mengkritik upaya untuk politisasi Olimpiade Beijing.

Gubernur Qiangba Puncog mengatakan, demonstrasi-demonstrasi itu dipicu para pendukung Dalai Lama. ”Kali ini sekelompok kecil separatis dan unsur-unsur pelanggar hukum melakukan tindakan ekstrem dengan tujuan membangkitkan lebih banyak publisitas. Ini bertujuan untuk merusak stabilitas menjelang Olimpiade, dan mengacaukan keadaan yang sudah stabil selama lebih dari 18 tahun,” katanya.

Di Lhasa, keberadaan pasukan keamanan tampak mencolok untuk menjamin tidak terulangnya kekerasan hari Jumat.

Pihak berwenang China telah menetapkan tenggat bagi warga Tibet yang terlibat kerusuhan untuk menyerahkan diri, yaitu Senin tengah malam. Pihak yang memberikan perlindungan akan dihukum. (AFP/Reuters/AP/DI)

No comments: