Saturday, March 1, 2008

Ramos Horta, Xanana, dan Mayor Reinado


Jumat, 29 Februari 2008 | 01:58 WIB

Maruli Tobing

Siapa dan apa motif pelaku penyerangan bersenjata terhadap Presiden Timor Timur Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao?

Media internasional sejak awal menyebut pelakunya adalah kelompok militer pembangkang pimpinan Mayor Alfredo Alves Reinado (42). Akan tetapi, rakyat Timor Timur sulit memercayai hal ini. Sama sulitnya percaya pada kehadiran 1.000 personel militer Australia demi stabilisasi keamanan dan perdamaian.

Sejauh ini masyarakat tahu bahwa Mayor Reinado tidak dalam posisi bermusuhan dengan Presiden Horta. Lagi pula Presiden Ramos Horta sendiri berencana memberi amnesti kepada Mayor Reinado dan kelompoknya pada hari kemerdekaan Timor Timur, 20 Mei.

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Ramos Horta mengalami dua luka tembak akibat serangan kelompok Mayor Alfredo Alves Reinado, Senin (11/2) pagi. Peristiwa ini terjadi di depan pagar kediaman presiden di pinggiran kota Dili, Timor Timur. Dalam peristiwa itu pengawal presiden menembak mati Mayor Reinado dan ajudannya.

Beberapa menit setelah serangan tersebut, kelompok bersenjata menembaki kendaraan yang ditumpangi Perdana Menteri Xanana Gusmao ketika meluncur menuju Dili. Xanana dan pengawalnya berhasil keluar dari kendaraan yang rusak dihajar peluru. Kemudian bersembunyi di semak belukar.

Xanana sempat menelepon markas pasukan Australia, meminta bantuan helikopter untuk memindahkannya dari lokasi tersebut. Karena pesawat tidak kunjung datang, PM Timor Leste terpaksa menumpang minibus yang melintas. Semua rombongan selamat tanpa cedera.

Konspirasi

Komandan pasukan Australia di Timor Timur, Brigjen James Baker, mengakui pasukannya tidak bisa berbuat sesuatu. Lain halnya jika lebih dulu diketahui waktu dan tempat serangan itu. (The Age, 12/2)

Penjelasan Baker menimbulkan pertanyaan. Karena jauh sebelum Timor Timur merdeka, intelijen Australia sudah membangun jaringannya di sini. Selain itu Australia juga mengoperasikan satelit mata-mata yang dapat menyadap ribuan pembicaraan melalui telepon dalam waktu bersamaan.

Maka tidak mengherankan jika masyarakat Timor Timur umumnya melihat peristiwa serangan bersenjata tersebut sebagai suatu konspirasi. Ini diperkuat lagi oleh pemberitaan media internasional, khususnya Australia, yang cenderung membingungkan hingga memberi kesan disinformasi.

Contohnya, pada awalnya diberitakan kelompok Mayor Reinado berusaha membunuh Presiden Ramos Horta dan PM Xanana Gusmao. Besoknya dilaporkan, penyerangan bersenjata terhadap kedua pemimpin sebagai upaya kudeta.

Hari berikutnya berubah lagi, Reinado dan kelompoknya bermaksud menculik kedua pemimpin Timor Timor. Motifnya untuk mendesak penarikan semua pasukan asing dari Timor Timur.

Terakhir, pendapat Xanana juga ikut berubah. Ia mengatakan, bukan mustahil Reinado datang ke rumah Horta bukan untuk membunuhnya. Namun, pengawal presiden menembaknya hingga tewas.

Lantas, entah satu paket atau hanya mendompleng, muncul berita mengenai beredarnya dokumen gelap di Dili. Isinya antara lain menyebut pemimpin Fretilin membayar 10 juta dollar AS kepada Reinado dan kelompoknya untuk membunuh Horta dan Xanana.

Kepentingan Australia

Dalam kacamata rakyat Timor Timur, semua hal di atas tidak logis. Reinado, misalnya, dikenal dekat dengan Horta sejak tahun 1997 ketika di Perth, Australia. Horta sendiri menghendaki dialog dalam penyelesaian kasus Reinado dan tentara pembangkang. Ia bahkan akan memberi amnesti. Maka sangatlah sulit membayangkan bahwa Reinado berencana membunuh atau menculik Horta.

Nama Mayor Alfredo Alves Reinado meroket setelah bergabung dengan 600 tentara dan polisi yang dipecat karena menolak kembali ke barak. Mereka kemudian menuntut mundurnya PM Alkatiri dengan cara meneror Dili. Menggerakkan massa menjarah dan membakar gedung-gedung pemerintah serta rumah penduduk asal bagian timur.

Dengan setengah mengancam dan berdalih demi memulihkan keamanan serta ketertiban, Australia mendaratkan 700 personel militernya. Akan tetapi, pasukan ini ternyata membiarkan kerusuhan tetap berlangsung agar PM Alkatiri mundur. Peristiwa ini berlangsung beberapa pekan, menewaskan 37 orang dan lebih dari 100.000 orang mengungsi.

Dalam perspektif pemerintahan PM John Howard, kedekatan PM Alkatiri dengan Portugal dan China merupakan ancaman terhadap kepentingan Australia dalam menguasai sumber-sumber migas di Celah Timor.

PM Alkatiri sendiri akhirnya mundur pada 26 Juni 2006. Posisinya untuk sementara digantikan oleh Ramos Horta, pemenang Nobel Perdamaian 1996 bersama Uskup Bello. Setelah pemilu Mei 2007, Horta terpilih sebagai presiden dan Xanana sebagai perdana menteri.

Intelijen

Banyak kalangan berpendapat, Reinado adalah binaan intelijen Australia. Hubungannya dengan Australia memang tidak terbantah. Bermula dari pelariannya ke Australia, tahun 1995, menggunakan perahu nelayan. Ia berlayar bersama 18 warga Timor Timur, termasuk ayah dan kakaknya. Dengan status pengungsi, Reinado bekerja di perusahaan galangan kapal di Perth.

Setelah Referendum 1999, Reinado kembali ke Timor Timur dan masuk akademi militer. Selepas pendidikan, ia berulang kali ke Australia mengikuti kursus militer, antara lain manajemen pertahanan (Oktober 2003), manajemen darurat (Agustus 2004), dan Sesko AL (2005).

Reinado sempat menjabat sebagai komandan angkatan laut. Ia dicopot karena berkelahi dengan polisi. Kemudian ditempatkan sebagai komandan pusat polisi militer. Hingga saat ini ayah, kakak, istri, dan anak-anak Reinado menetap di Australia.

Kemujurannya mulai berbalik karena kebiasaannya ”bergaya’’ di depan kamera. Dalam wawancara mengisi program SBS TV’s Dateline, Juli 2006, Reinado mengatakan, sejak bergabung dengan militer pembangkang (4 Mei 2006), ia hanya patuh dan menjalankan perintah Xanana. Bahkan hingga saat wawancara ia selalu memberi tahu presiden ke mana saja pergi.

Beberapa hari kemudian Reinado ditangkap polisi Portugal dengan tuduhan menyimpan senjata api. Tuduhan ini berkembang menjadi keterlibatannya dalam delapan kasus pembunuhan.

Reinado sangat terpukul dan kecewa. Bulan berikutnya ia melarikan diri dari penjara Becora, Dili, bersama 56 tahanan lain. Alasannya, ada skenario untuk membunuhnya. Sejak itu pula Jaksa Agung menetapkan dirinya sebagai buronan.

Pria kelahiran Aileu, Timor Timur, ini tidak tinggal diam. Ia membalas dengan membocorkan berbagai fakta keterlibatan Xanana sebagai dalang krisis 2006. Terakhir, Januari lalu, Reinado mengedarkan DVD kesaksiannya mengenai Xanana. Dalam rekaman, ia mencerca Xanana sebagai pengecut, pembohong, dan pemimpin sekaliber pedagang kaki lima.

Xanana Gusmao sendiri terpancing emosinya hingga mengeluarkan ancaman, ”jangan main-main dengan saya. Cepat atau lambat saya akan marah.’’ (The Age, 12/2)

Ramos Horta menengahinya dengan membantah tuduhan Reinado terhadap Xanana. Di sisi lain, ia tidak melihat hukuman penjara bagi Reinado akan menyelesaikan krisis. Horta memilih penyelesaian melalui dialog.

Namun, sebelum dialog menghasilkan sesuatu, Horta tersungkur diterjang dua peluru, sementara Reinado tewas oleh tiga peluru. Salah satu di antaranya tepat di mata. Dengan tewasnya Reinado lenyaplah ”gugatan’’ terhadap Xanana sebagai dalang krisis 2006.

No comments: