Monday, March 17, 2008

PM Samak "Hormati" Myanmar

Perbincangan dengan Jenderal Than Shwe
soal Bisnis, Bukan Demokrasi


EPA/GOVERNMENT SPOKESMAN OFFICE / Kompas Images
Jenderal Than Shwe (kanan), pemimpin junta militer Myanmar, berbicara dengan Perdana Menteri Thailand Samak Sundaravej (kiri) di ibu kota Naypyidaw, Myanmar, Jumat (14/3). PM Samak melakukan kunjungan sehari dan dia cenderung menyalahkan Barat soal kemelut sosial politik Myanmar.
Senin, 17 Maret 2008 | 00:31 WIB

Bangkok, Minggu - Perdana Menteri Baru Thailand Samak Sundaravej mengatakan, negara Barat terlalu banyak mengkritik Myanmar. Dia menghormati junta yang berkuasa setelah belajar bahwa mereka bermeditasi seperti layaknya penganut agama Buddha yang baik.

”Orang Barat memiliki pepatah, lihatlah kedua sisi sebuah koin. Namun, orang Barat hanya melihat satu sisinya,” ujar Perdana Menteri Samak Sundaravej di Bangkok Minggu (16/3), pada acara televisi mingguannya, dua hari setelah berkunjung secara resmi ke Myanmar.

”Myanmar merupakan negara Buddhis. Para pemimpin Myanmar bermeditasi. Mereka mengatakan negara itu akan hidup dalam damai,” ujar Samak.

Menurut dia, setelah belajar mengenai Myanmar selama puluhan tahun, dia baru mengetahui bahwa para pemimpin junta juga melakukan meditasi. Kedua negara itu, Thailand dan Myanmar, merupakan negara yang sebagian besar penduduknya memeluk agama Buddha.

Junta Myanmar telah dikritik oleh berbagai negara karena telah menekan aksi-aksi prodemokrasi tahun lalu, juga karena telah menahan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi. Namun, Samak mengatakan lebih suka berbicara mengenai perdagangan, bukan demokrasi, ketika berjumpa dengan pemimpin junta Jenderal Senior Than Shwe.

Tak kritis

Banyak negara Barat, termasuk AS dan negara-negara anggota Uni Eropa, yang masih menjatuhkan sanksi ekonomi dan politik terhadap Myanmar. Mereka memberikan sanksi itu karena rezim yang berkuasa di Myanmar lemah terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia serta gagal mengalihkan kekuasaan kepada pemerintah terpilih secara demokratis.

Thailand dan banyak negara di Asia Tenggara tidak terlalu kritis terhadap junta, malahan mendorong perusahaan-perusahaan untuk berbisnis di Myanmar.

Samak mengatakan, dia telah berdiskusi mengenai kesempatan investasi bagi perusahaan-perusahaan Thailand di Myanmar, khususnya pada sektor produksi dan eksplorasi gas alam serta proyek-proyek tenaga hidro.

”Kami ingin melakukan sesuatu mengenai bendungan. Than Shwe berkata kepada saya, ’Anda dapat melakukannya di sini. Carilah investor dan lakukan itu’,” ujar Samak.

Menurut Samak, Thailand memerlukan listrik sehingga berniat memanfaatkan bendungan-bendungan di Myanmar.

Pemadaman listrik merupakan hal biasa di Myanmar. Junta militer telah menyalurkan listrik berdasarkan sistem rasio selama puluhan tahun terakhir. Namun, sistem ini tidak berpengaruh untuk tempat tinggal pejabat pemerintah dan militer. (AFP/joe)

No comments: