Wednesday, March 19, 2008

Dalai Lama Mengancam

Taiwan Pertimbangkan Boikot Olimpiade Beijing 2008


Rabu, 19 Maret 2008 | 00:10 WIB

Dharamsala, Selasa - Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, Selasa (18/3) di Dharamsala, India, mengatakan akan mengundurkan diri jika situasi di Tibet memburuk. Dalai Lama menolak tuduhan China bahwa dia berada di belakang rangkaian protes anti-China di Tibet yang menelan korban jiwa. Dia justru menyerukan untuk membangun hubungan baik dengan China.

”Jika segala sesuatu berada di luar kendali, pilihan saya satu-satunya adalah benar-benar mundur,” kata Dalai Lama dalam konferensi pers di Dharamsala, pusat pemerintahan Tibet di pengasingan.

Dia mengatakan, rakyat Tibet dan China harus hidup berdampingan. Dalai Lama meminta rakyatnya untuk tidak menggunakan kekerasan. ”Kita harus membangun hubungan baik dengan China. Kita tidak boleh memupuk perasaan anti-China. Jangan gunakan kekerasan. Kekerasan adalah sebuah tindakan bunuh diri. Bahkan, jika 1.000 orang Tibet mengorbankan diri, hal itu tidak banyak membantu,” ujarnya.

Namun, Dalai Lama menyatakan dia tidak memiliki kekuasaan untuk mengatakan kepada rakyat Tibet untuk melakukan ini atau jangan melakukan itu. ”Gerakan ini di luar kendali kami,” katanya.

Kemarin, lebih dari 2.000 warga Tibet berdatangan dari seluruh penjuru timur laut India dan menuntut Perserikatan Bangsa-Bangsa menyelidiki laporan pembunuhan demonstran di Tibet. Dipimpin ratusan biksu, mereka melambai-lambaikan bendera Tibet dan berjalan sepanjang jalan Siliguri sambil meneriakkan slogan, ”Kami ingin keadilan, kami ingin kebebasan.”

Dalai Lama menyatakan membuka diri jika China akan menyelidiki pemerintah di pengasingannya di India yang dituding mendalangi protes di Tibet. ”Silakan datang ke sini dan selidiki faktanya. Mereka boleh memeriksa perasaan saya, urine saya, tempat duduk saya, semuanya,” ujarnya sambil tertawa.

Sebelumnya, Perdana Menteri China Wen Jiabao menuduh Dalai Lama mendalangi kerusuhan di Tibet yang mengakibatkan puluhan orang tewas. ”Ada fakta yang jelas dan sejumlah bukti bahwa insiden ini diatur, direncanakan, didalangi, dan dihasut kelompok Dalai Lama,” ujarnya.

Wen mengatakan, pemrotes bermaksud menghasut untuk menyabotase Olimpiade Beijing guna mencapai tujuan mereka yang tersembunyi.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Qin Gang bahkan mengatakan bahwa Dalai Lama harus dibawa ke pengadilan. ”Sebenarnya yang harus dikhawatirkan dan ditanyakan komunitas internasional adalah peran dan fungsi apa yang dimainkan Dalai Lama dalam insiden kekerasan kriminal ini. Seseorang yang harus diadili dan diselidiki adalah Dalai Lama sendiri,” kata Qin.

Protes di Lhasa, ibu kota Tibet, dimulai pada 10 Maret untuk memperingati 49 tahun pemberontakan terhadap China yang gagal dan menyebabkan Dalai Lama harus mengungsi ke luar negeri. Protes damai itu memuncak pada kerusuhan hari Jumat pekan lalu yang menyebabkan puluhan orang tewas.

Pemerintah Tibet di pengasingan menyatakan, 19 warga Tibet tewas tertembak saat menggelar protes di Provinsi Gansu, China, Selasa. Jumlah total pemrotes yang tewas versi pemerintah di pengasingan kini mencapai 99 orang.

”(Protes) ini terjadi di luar Lhasa. Sebanyak 19 orang tewas di Machu di Provinsi Gansu. Ada protes di Machu pagi ini (Selasa) dan polisi menembaki mereka,” kata Thubten Samphel, juru bicara Pemerintah Tibet di pengasingan.

Seruan boikot

Di Taiwan, kandidat presiden unggulan, Ma Ying-jeou, mengatakan akan mempertimbangkan boikot jika terpilih pada pemilihan umum hari Sabtu (22/3). ”Jika China terus menekan rakyat Tibet dan situasi di Tibet semakin buruk, saya mempertimbangkan untuk tidak mengirimkan kontingen ke Olimpiade Beijing 2008,” katanya.

Negara-negara Barat telah menyerukan agar Beijing menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan. Presiden Parlemen Eropa Hans-Gert Poettering, Selasa di Berlin, mengatakan, para pejabat yang berencana menghadiri Olimpiade Beijing harus mempertimbangkan untuk tidak hadir jika sikap keras China berlanjut.

”Seseorang harus mengatakan kepada China, jika represi macam ini terus berlangsung, para pemimpin yang akan menghadiri pembukaan Olimpiade Beijing bisa mempertimbangkan apakah kehadiran itu adalah langkah yang bertanggung jawab,” katanya kepada sebuah radio Jerman.

Poettering menambahkan, jika pesta olahraga di ibu kota China itu ingin sukses, represi dan larangan kebebasan berekspresi harus dihentikan. ”Kami berharap otoritas China bisa menyampaikan pesan bahwa hak asasi manusia, demokrasi, dan aktivis hak-hak sipil tidak boleh dituntut,” ujarnya.

Namun, Presiden Komite Olimpiade Internasional Jacques Rogge, Senin di Trinidad, mengatakan belum ada seruan dari negara-negara untuk memboikot Olimpiade Beijing.

Tony Kevin, analis kebijakan luar negeri pada Australian National University (ANU) mengatakan, reaksi bisu komunitas internasional telah diperkirakan mengingat kepentingan strategis mereka terhadap ekonomi China. ”China tunduk pada standar hak asasi manusia yang berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara lain,” ujarnya. (AP/AFP/REUTERS/FRO)

No comments: