Saturday, March 22, 2008

Tantangan Irak di Masa Depan

Hari Kamis lalu, 20 Maret, masyarakat dunia mengingat lagi invasi militer pimpinan AS ke Irak yang menumbangkan Presiden Saddam Hussein.

Setelah lima tahun berlalu, situasi dan kondisi Irak tidak lebih baik dibanding ketika masih di bawah pemerintahan Saddam Hussein. Seorang warga Irak dalam sebuah wawancara dengan radio internasional BBC menceritakan bahwa kehidupan rakyat sangat memprihatinkan. Harga-harga kebutuhan pokok sangat mahal. Ia memberikan contoh, satu kilogram tomat, yang lima tahun lalu seharga 250 dinar, kini 1.250 dinar.

Harga tomat hanyalah salah satu contoh. Persoalan lain yang dihadapi rakyat Irak saat ini, sejak lima tahun silam, adalah masalah keamanan. Nyaris tiada hari tanpa baik itu ledakan bom bunuh diri, serangan orang-orang bersenjata, maupun ledakan bom yang ditanam di jalan. Persoalan lain yang membuat rakyat Irak tidak bisa menikmati hidup tenang adalah makin terasanya persaingan dan konflik antarkelompok: antara Syiah dan Sunni, di satu sisi, dan di sisi lain adalah gerakan etnis Kurdi yang masih tetap ingin memperoleh otonomi yang lebih luas atas wilayah Irak utara.

Satu hal yang harus diakui adalah tidak mudah tercapai kesepakatan untuk berbagi kekuasaan dan kekayaan antara Syiah, Sunni, dan Kurdi. Irak adalah negara yang kaya minyak dan merupakan negara penghasil minyak kedua setelah Arab Saudi.

Perselisihan berbau sektarian bukanlah hal baru di Irak. Akan tetapi, bagaimanapun masalah tersebut tetap harus diselesaikan. Adalah sangat tidak mungkin Irak lahir kembali menjadi sebuah negara yang disegani di kawasan kalau di dalam negeri masih tersisa persoalan besar yang teramat penting. Pertanyaannya adalah bagaimana menyelesaikan perselisihan sektarian itu?

Tanpa ada kesepakatan nasional di antara semua komponen negara—Syiah, Sunni, Kurdi, dan kelompok lainnya—kecil kemungkinannya Irak akan mampu bangkit dari keterpurukan akibat invasi militer AS dan semua sekutunya.

Memang, AS sebagai pemicu runtuhnya Irak tetap dituntut tanggung jawabnya untuk membangun kembali negeri itu. Kehadiran AS berlama-lama di Irak juga menjadi batu sandungan besar bagi terciptanya keamanan, karena kehadiran tentara AS menjadi salah satu pemicu terjadinya serangkaian serangan bom bunuh diri dan konflik antarkelompok.

Pada akhirnya, AS harus keluar dari Irak. Sementara bangsa Irak sendiri juga harus mampu membangun persatuan dan kesatuan nasional dan saling percaya untuk keluar dari krisis berkepanjangan.


No comments: