London, Jumat - Harga minyak mentah dengan rekor tertinggi tercatat lagi di New York, Jumat (29/2), yakni 103,05 dollar AS per barrel. Alasannya, kurs dollar AS melemah sehingga investor menyerbu minyak sebagai sasaran investasi.
Namun, harga tersebut tak bertahan lama dan ditutup pada angka 101,96 dollar AS per barrel. Walau demikian, ini adalah harga yang masih tinggi dan menambah beban bagi masyarakat.
Dalam empat tahun terakhir ini miliaran warga dunia, terutama di negara pengimpor minyak neto, mengalami penurunan daya beli. Bersamaan dengan itu, harga emas juga mencatat rekor terbaru, 976,32 dollar AS per ons.
Emas dan minyak kini menjadi target investor. Mereka ingin menghindari kemerosotan nilai aset-aset investasi akibat dari melemahnya kurs dollar AS terhadap mata uang kuat dunia lainnya.
Namun, menjadikan minyak dan emas sebagai ”mainan” investasi, yang masih laku, adalah alasan lain di balik kenaikan harga-harga itu. ”Ini adalah bagian dari komoditas yang lebih luas, yang sudah dipengaruhi oleh melemahnya dollar AS,” kata analis dari Petromatrix yang bernama Olivier Jakob.
Lemahnya dollar AS mendorong peningkatan permintaan pada komoditas dalam denominasi dollar AS, seperti minyak. Ini disebabkan harga minyak justru lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang kuat dunia lainnya.
Didukung
Namun, peningkatan permintaan itu justru makin menaikkan lagi harga minyak ke tingkat lebih tinggi. Akan tetapi, peningkatan harga itu ternyata tetap saja bisa terjadi.
”Soalnya masih ada dukungan kuat bagi kenaikan harga minyak, antara lain melemahnya dollar AS, tensi geopolitik, suku bunga yang menurun, dan keengganan OPEC menaikkan produksi,” kata analis dari Sucden, Andrey Kryuchenkov.
Dalam beberapa bulan terakhir juga muncul analisis. Kenaikan harga komoditas juga disebabkan bursa saham, obligasi, dan instrumen keuangan lainnya sedang hancur-hancuran. Karena itu, para investor kini mengincar sarana investasi lain yang masih bisa meraih keuntungan.
Sampai angka berapa dan berapa lama harga minyak yang tinggi ini bisa bertahan, tidak ada yang bisa memberikan jawaban pasti sejauh ini. ”Meski demikian, kekhawatiran ekonomi masih terus bermunculan dan makin banyak pihak yang makin menghindari risiko. Ini kemungkinan akan membuat terjadi koreksi harga,” kata Kryuchenkov.
Seiring dengan itu, harga-harga saham di Asia dan Eropa terus berjatuhan, menyusul kejatuhan di bursa saham di Amerika Serikat. Kekhawatiran soal ekonomi menjadi penyebab.(REUTERS/AP/AFP/MON)
No comments:
Post a Comment