Sunday, March 2, 2008

Obama, Orang Biasa yang Tidak Biasa

 

Barack Husein Obama atau yangakrab di telinga kita dengan sebutan Obama telah menghiasi berita-berita panas seputar politik Amerika Serikat (AS). Hampir semua berita koran tertanggal 27 Februari2008 memberitakan foto Obama memakai serban putih di kepala dan balutan sarung putih di tubuhnya.

Foto tradisional ala Kenya ini tentu saja bikin heboh politik Amerika karena semakin dekatnya pertarungan krusial di dua negara bagian yang berpengaruh besar terhadap capaian delegasi antara Obama dan Hillary, yaitu Texas dan Ohio. Di dua negara bagian ini, mereka harus bertarung habis-habisan untuk meneguhkan kemenangan, Texas menyediakan 193 delegasi dan Ohio 141 delegasi.

Sementara itu, perolehan Obama unggul 1.351delegasi, sedangkan Hillary di bawahnya dengan selisih 89 delegasi. Debat kandidat di Claveland menambah daftar panjang perang argumentasi antarkandidat tersebut dan tampaknya embusan angin semakin berpihak padaObama, semakin digerus daya dukungnya justru semakin kuat, black campaign foto Obama justru mengundang simpati rakyat Amerika untuk mendukung pria kulit hitam tersebut dan semakin menjauhkan Hillary dari konstituen. Untuk mengamankan kemenangan, salah seorang di antara mereka harus meraih setidaknya 2.025 dari 4.049 delegasi Partai Demokrat pada konvensi 25-28 Agustus mendatang.

Melihat peta kekuatan masing-masing pihak, tentu satu sama lain harus beradu strategi. Selisih kemenangan tipis di pihak Obama mengundang perang urat syaraf lebih dahsyat di pihak Hillary. Menurut beberapa polling, Obama lebih diunggulkan baik sebelum munculnya foto itu maupun setelah beredar luas. Kita lihat misalnya polling yang diadakan lembaga kajian ilmiah Decition Analyst (DA) sebelum peredaran foto Obama memakai serban. Obama unggul di Texas dengan 57 persen, sedangkan Hillary hanya 43 persen dan polling terbaru oleh CBS News dan New York Times Obama memenangkan 16 poin di atas Hillary di Ohio. Bahkan, diseluruh negara bagian, Obama meraih 54 persen dan Hillary hanya 38 persen suara.

Meski demikian, segalanya bisa berubah karena 4 Maret masih empat hari lagi. Isu Obama adalah seorang muslim bisa saja mengubah persepsi masyarakat Amerika tentang berbagai kekhawatiran yang ada di benak mereka tentang sosok Obama. Obama terlahir dari keluarga yang ''biasa-biasa saja'', dibesarkan dengan cara jauh dari kata mewah, dan kini sosok itu menjadi ikon harapan bukan hanya oleh masyarakat Amerika, juga seantero dunia. Kehadiran Obama dalam konstelasi pemilihan presiden Amerika setidaknya menjadi angin segar bagi setiapinsan yang percaya bahwa demokrasi bukan hanya milik ''the have'', tetapi bisa menjadi jalan bagi siapa pun yang punya ide brilian untuk mengusung perubahan yang konstruktif.

Sosoknya sebagai orang kulit hitam dan simbol minoritas tanpa diduga sekarang menjadi politisi hebat yang tutur bahasanya selalu filosofis. Bahkan, di Jepang ada salah satu kotayang bernama Obama, penduduknya sukacita atas pencalonan Obama. Tidak hanya karena namanya kebetulan sama, juga karena semangat perubahan yang diusung Obama mampu memacu detak jantung penduduk kota itu untuk menanti kemenangan sang idola. Bahkan, wali kotanya merencanakan mengundang Obama secara khusus untuk hadir di sana.

Wajah Baru Amerika

Jika boleh berandai-andai Obama memenangkan pemilu dan menjadi presiden Amerika menggantikan George WBush, setidaknya ada dua hal yang akan berubah dari negara yang bertahun tahun menjadi polisi dunia dengan ribuan ungkapan antagonis dari setiap telinga penduduk bumi yang mendengar kata-kata Amerika. Pertama, persepsi masyarakat dunia tentang Amerika sebagai negara yang dikuasai dinasti politik akan runtuh ketika Obama naik menjadi presiden. Berbeda jauh ketika yang jadi adalah Hillary, Amerika akan dipimpin dua keluarga dalam dua dekade, yaitu Bush, Clinton, Bush, Clinton. Bertahun-tahun kursi presiden Amerika hampir tak meninggalkan jejak dari penguasaan dinasti politik yang menguasai Gedung Putih. Dengan munculnya Obama di panggung presiden, akan muncul demokrasi dengan wajah baru, yaitu wajah santun dan ramah dari seorang biasa yang tidak biasa.

Latar belakang Obama yang tidak ningrat berbeda dengan Bush, McCain, Huckabee, dan Hillary yang dibesarkan keluarga yang sudah mapan politik. Ciri khas kesederhanaan inilah yang sekaligus menjadi kekuatan bagi Obama untuk dapat diterima kalangan berlatar belakang apa pun. Kedua, ideologi antiperang yang diusung Obama semakin memantapkan langkah maju Amerika untuk menjadi poros kemanusiaan. Berbeda dengan kandidat-kandidat lain, seperti Mc Cain, Huckabee, dan Hillary yang mempertahankan aksi pendudukan di Irak, Obama justru mengumandangkan ideologi antiperang dan apa pun yang berbau kekerasan. Tentu langkah ini sebangun dengan cita-cita masyarakat Amerika (majority) dan penduduk dunia untuk mempertahankan perdamaian abadi.

Banyak hal yang akan terkikis dengan sendirinya dari apa yang dikategorikan sebagai fundamentalisme, radikalisme, dan terorisme jika kesejahteraan sosial menjadi tolok ukur kemandirian suatu bangsa dan dapat mengalir ke penjuru dunia dari negara adidaya (superpower) dalam konteks pendekatan militer menjadi negara yang sungguh-sungguh memperjuangkan pengentasan kemiskinan sedunia. Ketiga, perubahan peta politik internasional, kemenangan Obama akan menjadi daya pikat untuk mendorong terjadinya tata dunia baru dan sangat mungkin melahirkan peradaban baru di mana barat tidak lagi dalam skema berhadap-hadapan dengan peradaban timur, tetapi sebagai sesama saudara yang seimbang peranannya di segala bidang kehidupan. Dengan demikian, perubahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya akan mendominasi tata kehidupan kedepan. Kalau selama ini kemenangan hanya dinilai dari proses pendudukan dan penjajahan dalam bentuk baru, ke depan jaringan antarnegara itu dapat salingbahu-membahu mengatasi problem kemanusiaan dan lebih jauh mengatasi rapuhnya bumi akibat global warming.

Harapan Semu?

Melihat peta persaingan kandidat di Partai Demokrat, bukan tidak mungkin Obama dapat lolos menjadi kandidat yang diusung melawan kubu Republik, tetapi jalan tidak hanya panjang dan melelahkan sekaligus terjal. Salah strategi bisa berujung masuk jurang kekalahan. Masih segar dalam ingatan kita ketika dalam Pemilu Presiden 2004, Bushjunior unggul tipis dari pesaingnya dari Demokrat John Kerry. Dalam beberapa hal, Pemilu 2008 memang berbeda dari sebelumnya. Gegap gempita media seolah menyuguhkan kursi presiden hanya perebutan dari Obama dan Hillary mengingat merosotnya popularitas dan kekalahan Republik dalam pemilu dewan, tetapi segalanya bisa terjadi dalam peta kompetisi ini. (*)

A HELMY FAISHAL ZAINI
Anggota FKB DPR RI dan Pokja Luar Negeri Komisi I DPR RI

No comments: