Tuesday, March 4, 2008

Kemerdekaan Kosovo dan Dilema Dunia Islam

Oleh :Muhammad Niam Sutaman, LLM
Kandidat Doktor di International Islamic University Islamabad, Pakistan

Kosovo, sebuah wilayah berpenduduk mayoritas Muslim di jantung Eropa, telah mendeklarasikan kemerdekaan pada hari Ahad (17/2) lalu. Kemerdekaan Kosovo telah melahirkan perbedaan sikap di antara negara-negara dunia antara mengakui, diam, atau tidak mengakui.

Beberapa negara adikuasa, seperti AS, Inggris, dan Jerman telah menyatakan pengakuannya atas kemerdakaan Kosovo. Sementara, Rusia dan Cina menolak mengakui kemerdekaan itu.

Dunia Islam juga begitu. Baru tiga negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang menyatakan pengakuannya atas kemerdekaan Kosovo, yaitu Afganistan, Turki, dan Senegal. Mayoritas negara Muslim, termasuk Indonesia, masih mengambil sikap menunggu dan melihat (wait and see) dalam menyikapi kemerdakaan wilayah yang berpenduduk 90 persen etnis Albania Muslim itu. Meski demikian, tidak ada satu negara Muslim pun yang menyatakan menentang deklarasi kemerdekaan Kosovo atau tegas-tegas tidak mengakui kemerdekaanya.
Dilema dunia Islam
Meskipun Kosovo merupakan wilayah yang berpenduduk mayoritas Muslim dan kemerdekaannya juga tidak terlepas dari perjuangan umat Islam di sana, bagi mayoritas negara-negara Muslim masih menyisakan kondisi dilematis untuk mengakuinya. Setidaknya ada dua alasan di sini.

Pertama, karena deklarasi kemerdekaan Kosovo masih dianggap tindakan unilateral yang tidak didukung PBB, bahkan mengesampingkannya. Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1244 (1999) pada 10 Juni 1999 hanya menempatkan Provinsi Kosovo di bawah pengawasan PBB dengan tugas membentuk pemerintahan sementara untuk Kosovo agar rakyat Kosovo mendapat otonomi khusus dan self-government di Kosovo dalam Republik Federal Yugoslavia, sementara penyelesaian final atas status Kosovo belum ditentukan.

Mulai tahun 2006 status final Kosovo mulai dinegosiasikan antara Serbia dan Kosovo di bawah pimpinan Utusan Khusus Sekjen PBB, Martti Ahtisaari. Tanggal 26 Maret 2007 Ahtisaari melaporkan kepada DK PBB bahwa perundingan mengalami deadlock.

Serbia dan Kosovo bersikukuh pada posisinya. Serbia hanya bisa menerima otonomi luas bagi Provinsi Kosovo, sedangkan Kosovo hanya menginginkan kemerdekaan. Perundingan lanjutan yang difasilitasi Troika Contact Group (Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa) juga gagal.

Akhirnya AS dan negara-negara Uni Eropa menyarankan agar status Kosovo diputuskan saja. Namun, gagasan itu ditolak Rusia, Cina, Ghana, Kongo, Panama, dan Afrika Selatan. Mereka menyarankan agar perundingan dilanjutkan.

Belum lagi ada kesepakatan di antara DK PBB dan negara anggota lainnya mengenai status Kosovo, langkah unilateral beberapa negara Eropa terus mendorong Kosovo merdeka. Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Kosovo pun mendeklarasikan kemerdekaanya yang dibacakan oleh PM Kosovo Hashim Thaci tepat hari Ahad 17 Februari 2008 pukul 3 sore waktu setempat.

Alasan kedua, kemerdakaan Kosovo akan melahirkan preseden serupa bagi gerakan separatis dalam menuntut pemisahan diri dari kekuasaan pusat. Itu dikhawatirkan dapat memicu disintegrasi dan instabilitas dalam negeri.

Alasan ini bisa diterima dalam konteks negara-negara Muslim yang mengalami ancaman gerakan separatis di dalam negerinya, seperti Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, Iran dengan wilayah suku Kurdi dan Azerbaijan, Moroko dengan wilayah Sahara Barat. Atau negara-negara yang memiliki kantong-kantong etnis dan ideologis, seperti Pakistan dengan wilayah Pastun di Provinsi NWFP dan negara-negara Teluk Persia yang mempunyai kantong-kantong pengikut syiah.

Di Bahrain populasi syiah mencapai tujuh persen, di Saudi 15 persen, Qatar 15 persen, dan Uni Emirat Arab sekitar 17 persen. Namun, alasan tersebut telah ditepis oleh AS dan para pendukungnya bahwa Kosovo adalah kasus sepesial dan khusus, tidak bisa dijadikan preseden oleh negara dan wilayah mana pun.

Lantas mengapa Turki meskipun mempunyai ancaman separatis suku Kurdi di wilayah bagian tenggaranya menjadi negara pertama Muslim yang memberikan pengakuan? Bahkan, jauh hari sebelum proklamasi kemerdekaan Kosovo?

Turki melihat kasus Kosovo sangat berbeda dengan gerakan separatis Kurdi. Situasi politik global sangat mendukung kemerdekaan Kosovo dan tidak pada wilayah Kurdi.

Selain itu, besarnya populasi bangsa Turki di kawasan Balkan (Yugoslavia) juga menjadi alasan lain. Sementara, bagi Afganistan dan Senegal, merasa nothing to lose dalam mengakui kemerdekaan Kosovo.

Pengakuan de facto OKI
Meskipun negara-negara Islam secara resmi belum memberikan, uniknya OKI telah menyambut hangat kemerdekaan Kosovo. Seperti yang disampaikan Sekjen OKI Prof Ekmeleddin Ihsanoglu dalam pertemuan pejabat senior untuk persiapan KTT OKI di Dakar, Senegal, sehari setelah kemerdekaan Kosovo. Dia mengatakan: ''Kami ikut bergembira dengan kemerdekaan Kosovo. Kami mendeklarasikan solidaritas dan dukungan kepada saudara dan saudari kami di sana. Umat Islam berharap mereka semua sukses dalam pertempuran yang menanti mereka selanjutnya, yaitu perjuangan membangun negara yang kuat dan sejahtera yang memuaskan rakyatnya. Tidak diragukan bahwa kemerdakaan Kosovo merupakan aset dunia Islam dan akan meningkatkan aksi bersama dunia Islam''.

Pernyataan tersebut jelas mencerminkan pengakuan de facto OKI atas kemerdekaan Kosovo. Tidak adanya negara anggota OKI yang menentang atau menolak kemerdekaan Kosovo juga bukti penguat lain atas posisi OKI tersebut.

Selain itu, Kosovo juga secara de facto telah merdeka sejak 10 Juni 1999 karena telah lepas dari kekuasaan Serbia dan berada di bawah pengawasan PBB dengan pemerintahan sementara. Indonesia, demi alasan strategis, boleh saja untuk saat ini tidak memberikan pengakuan secara resmi atas kemerdekaan Kosovo, sambil menunggu perkembangan politik yang berkembang. Itu hak Indonesia sebagai negara berdaulat.

Namun, sebagai anggota OKI, sudah selayaknya, Indonesia mengamini langkah OKI tersebut dan mengikutinya, yaitu memberikan pengakuan de facto atas kemerdekaan Kosovo. Kini Kosovo telah menjadi bagian dari dunia Islam dan Indonesia juga bagian dari dunia itu.

No comments: