Saturday, March 1, 2008

Kuba,Castro,dan Bung Karno

Kuba,Castro,dan Bung Karno

Menyebut Kuba tak urung harus menyapa Fidel Castro, tokoh legendaris, seorang pemimpin yang terlama berkuasa di dunia.

Dia baru saja menyatakan “lengser” dan menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan satu-satunya negara berpaham sosialis-komunis yang ada di belahan Barat itu kepada Raul Castro,adiknya. Menyebut Castro mengingatkan kita pada Bung Karno,yang juga tokoh legendaris Indonesia.Apa kaitannya?

Castro mengatakan dengan tegas, dirinya adalah murid Bung Karno. Itu dikemukakannya sendiri kepada Bung Karno,ketika dua tokoh Gerakan Nonblok ini bertemu, dan kepada Adam Malik ketika almarhum menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI. Secara terbuka Castro menegaskan bahwa dirinya telah mengadopsi ajaran-ajaran Presiden RI pertama itu untuk dijadikan acuan guna memimpin negaranya. Ajaran yang mana?

Tentu, bukan Pancasila, nasakom, atau marhaenisme, melainkan trisakti dan resopim. Castro yang dikenal sebagai tukang ekspor revolusi ini ternyata juga telah mengimpor teori revolusi ajaran Bung Karno. Selama penulis menduduki pos sebagai Dubes RI (1999–2003) di negeri yang luasnya tak lebih dari Pulau Jawa ini, tampak bahwa pemerintahan di bawah Fidel Castro konsisten mempraktikkan dua ajaran tersebut yang tentu saja sudah diolah menjadi trisakti dan resopim ala Kuba.

Sebagaimana kita ketahui,ajaran trisakti Bung Karno ini mencakup, pertama, berdaulat dalam politik; kedua,berdiri di atas kaki sendiri (berdikari atau mandiri) di bidang ekonomi; ketiga, berkepribadian dalam kebudayaan. Adapun resopim yang merupakan judul pidato Bung Karno pada 17 Agustus 1961 adalah merupakan akronim dari “revolusi, sosialisme Indonesia, dan pimpinan nasional”.

Tentu saja dalam versi Kuba sosialisme Indonesia juga diolah menjadi sosialisme Kuba yang secara filosofis berbeda dengan Indonesia. Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila, sedangkan sosialisme Kuba berdasarkan teori Marxis. Namun, secara substansial keduanya mengusung cita-cita sama, yakni sosialisme yang antikapitalisme. Kuba tak mau didikte dan dijajah oleh Barat di bidang ekonomi,politik, dan budaya. Kuba menolak campur tangan IMF.

Bahkan Fidel Castro menyerukan agar IMF sebagai lembaga pendanaan kapitalis yang sifatnya menindas negara-negara sedang berkembang dibubarkan saja. Sikap kemandirian itu berbeda dengan Indonesia yang selama Orde Baru justru pembangunan ekonominya dibayang-bayangi IMF sehingga terpuruk dalam krisis moneter (krismon) yang berkepanjangan dan menimbulkan beban utang yang terus membengkak hingga hari ini.

Kuba membangun negara dan rakyatnya dengan mengandalkan kekuatan ekonominya sendiri. Bukan mengandalkan utang luar negeri. Inilah prinsip berdikari di bidang ekonomi yang diajarkan Bung Karno, tetapi dipraktikkan secara konsisten oleh Castro. Dengan berdikari dibidang ekonomi, Kuba dapat mempertahankan kedaulatan politiknya dan juga kebudayaan nasionalnya.

Dengan program pembangunan yang berbasis ajaran Bung Karno itu, Kuba kini merupakan negara kecil yang berpotensi besar. Di bidang kesehatan, Kuba mendapat pengakuan dari WHO sebagai salah satu negara dengan tingkat pemeliharaan kesehatan terbaik di dunia.Tingkat kematian bayi hanya 6,2 per 1.000 kelahiran dan usia harapan hidup mencapai rata-rata 76 tahun.

Kesehatan dan Pendidikan

Rakyat seluruh negeri mendapat pelayanan kesehatan dan pendidikan secara cuma-cuma dan telah mendapat pengakuan UNESCO. Pada 2000, Kuba merupakan negara dengan fasilitas pendidikan terbaik di kawasan Amerika Latin. Setiap diselenggarakan Olimpiade Matematika Dunia, Kuba selalu memborong medali emas. Keunggulan Kuba terlihat saat pada 1961 mereka sudah menampung 40.000 pelajar dari 120 negara untuk mengikuti pendidikan di negeri kecil ini, khususnya di bidang kedokteran.

Kemudian, sampai akhir 2001, Kuba telah memiliki 67.000 orang dokter dan di antara mereka bekerja sebagai tenaga ahli di 58 negara kawasan Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Di samping penghasil dokter, Kuba juga penghasil obat-obatan yang sudah diakui PBB. Kuba merupakan produsen vaksin Hepatitis B terbesar di dunia. Jumlah ilmuwan Kuba menduduki persentase tertinggi kelima di dunia sesudah Jepang, Israel, Amerika Serikat, serta Kanada dan Australia.

Karena itu, negeri kecil ini memiliki keunggulan SDM yang berkualitas tinggi. Lebih dari 95% penduduk Kuba sudah bisa mengenyam pendidikan dasar hingga menengah.Alokasi anggaran belanja pendidikan di Kuba menduduki peringkat kedua terbesar sesudah belanja untuk tunjangan sosial.

Meraup Devisa

Hasilnya,Kuba telah mengekspor ribuan tenaga terdidik ke seluruh dunia setiap tahunnya, mencakup dokter, insinyur pertanian, pelatih olahraga, dan lain-lain yang menghasilkan devisa amat besar bagi negara.Hal itu terjadi karena mereka yang bekerja di negeri asing dipotong gajinya hingga 50% yang harus disetorkan kepada pemerintah.

Bandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang kebanyakan hanya tenaga kasar dengan gaji murah dan mereka masih diperas oleh yayasan pengirim tenaga kerja. Meskipun menganut sistem sosialis-komunis,Kuba terbuka bagi modal asing.Dengan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 77 Tahun 1995,banyak negara dan perusahaan skala internasional menanamkan modalnya di Kuba secara bebas,kecuali di bidang pendidikan, kesehatan, dan pertahanan yang terlarang bagi investasi asing.

Kebijakan ini berbeda dengan UU PMA Indonesia yang dikeluarkan di awal pemerintahan Orde Baru. UU tersebut tanpa barikade sehingga ekonomi nasional malah didominasi kekuatan asing.Kuba juga menjamin kebebasan beragama, berkumpul, dan berserikat yang tertuang dalam hasil Sidang Majelis Nasional Kuba pada 10 Juli 1992. Kuba bukan negara kaya, tetapi juga bukan negara miskin.

Pemerintah Kuba menerapkan ajaran Bung Karno dengan pola hidup sederhana, membangun dengan kekuatan ekonomi sendiri, dan selalu menerapkan prinsip “ukur baju badan sendiri”. Bagi Indonesia, kita perlu mengambil pelajaran dari sisi positif praktik sistem pemerintahan Castro yang mengaku “berguru” kepada Bung Karno itu tanpa harus menjadi Kuba karena sistem politik Indonesia memang jauh berbeda dengan yang dianut negeri di kawasan Karibia itu.(*)

Dr Haridadi Sudjono
Mantan Dubes RI untuk Kuba

No comments: