Oleh Susanto Pudjomartono
Cuaca 2 derajat Celsius dingin menggigit dan hujan turun saat Presiden Vladimir Putin memberikan suaranya dalam pemilu presiden Rusia, Minggu (2/3). Putin tampak gembira. ”Hujan ini pertanda baik,” katanya.
Bagi Putin, pemilu presiden berjalan baik, lancar, dan sesuai ”skenario”. Wakil Perdana Menteri (PM) Dmitry Medvedev (42 tahun), yang sejak Desember lalu dinyatakan Putin sebagai calon penggantinya, menang telak dalam pemilu itu dan mengumpulkan 70,24 persen suara.
Saingan Medvedev, Gennady Zyuganov (Partai Komunis Rusia) mendapat 17,75 persen suara, Vladimir Zhirinovsky (Partai Liberal Demokrasi) meraih 9,36 persen, dan Andrei Bogdanov (Partai Demokrasi) 1,3 persen suara.
Menurut rencana, Putin akan menyerahkan jabatan presiden awal Mei mendatang. Sesuai janji Medvedev, Putin akan ditunjuk sebagai PM. Setelah itu, Putin akan meninggalkan Kremlin dan menempati kantor barunya di Gedung Putih, tempat kantor PM.
Meski menjadi Presiden, hampir semua orang Rusia percaya, Medvedev akan berada di bawah bayang-bayang Putin.
Akhir tahun lalu, Putin mengatakan, dia masih akan menjadi ”pimpinan nasional” meski tak lagi menjadi presiden. Medvedev dipilih sebagai pengganti karena dianggap loyal kepada Putin. Medvedev tak punya pilihan lain kecuali terus mendukung Putin, meski kekuasaan presiden sebetulnya lebih tinggi daripada PM, karena situasi dan kondisi Rusia warisan Putin menuntut hal itu.
Apa saja warisan Putin?
Pertama, setelah delapan tahun memerintah dalam dua kali masa jabatan, Putin mewariskan sebuah Rusia yang relatif stabil dengan pertumbuhan GDP rata-rata di atas 7,0 persen. Semua utang luar negeri telah lunas dibayar, cadangan devisa di atas 400 miliar dollar AS (nomor tiga di dunia), punya dana stabilisasi 160 miliar dollar AS (akhir 2007), dan secara umum kehidupan masyarakat jauh lebih baik.
Banyak yang menganggap Putin ”beruntung”, terutama karena harga minyak dunia yang belakangan melejit. Dengan menggenjot produksi minyak yang mencapai 10 juta barrel per hari, sekitar separuh GDP Rusia diperoleh dari sektor ini.
Meski kadang dengan tangan besi dan makan korban, reformasi yang dilakukan Putin cukup berhasil. Misalnya, media-media independen diberangus, para oposan dipojokkan hingga tak berkutik. Contohnya, mantan PM Kasyanov dan bekas juara catur Gary Kasparov dihalang-halangi mencalonkan diri sebagai presiden dengan cara-cara kotor.
Mungkin, warisan terpenting Putin adalah ”keberhasilannya” membuat Rusia sebagai sebuah strong state yang tersentralisasi. Semua dikontrol oleh Kremlin.
Untuk stabilitas ala Putin, rakyat harus membayar dengan kian teralienasinya dari politik. Meski demikian, kebanyakan rakyat Rusia tidak mengeluh dan Putih justru dianggap pahlawan karena berjasa mengembalikan martabat dan harga diri ”Rusia Raya” yang hilang menyusul dibubarkannya Uni Soviet pada 1991.
Warisan Putin lainnya, kembalinya kekuatan Gereja Kristen Ortodoks Rusia. Kini Gereja Ortodoks Rusia kian berpengaruh. Sekitar 63 persen masyarakat Rusia adalah pemeluk Kristen Ortodoks dan masyarakat Rusia kini dianggap semakin saleh.
Namun, warisan Putin yang paling memengaruhi masa depan adalah makin kuatnya kelompok siloviki (keamanan dan militer), terutama dinas keamanan negara FSB (pengganti KGB). Putin sendiri adalah eks kepala KGB dan ketika terpilih sebagai presiden pada 2000, ia merekrut teman-temannya dan menempatkan pada posisi-posisi penting.
FSB
Menurut Olga Kryshtanovskaya—sosiolog yang meneliti Kremlin dan dinas keamanan—78 persen pemimpin Rusia saat ini diduga terkait KGB atau FSB. Sekitar 26 persen mengakui keterlibatan mereka dan sisanya diketahui dari riwayat hidup. Di Kremlin sendiri, menurut dugaan Olga, lebih dari separuh staf senior terkait FSB.
Menurut sebuah analisis, kini kekuasaan FSB lebih besar dibandingkan dengan KGB. Dulu, KGB adalah alat Partai Komunis, tetapi tidak ikut proses pengambilan keputusan. Namun, kini, FSB memiliki kekuasaan KGB dan partai.
Contoh kian kuatnya FSB adalah dialihkannya Dinas Perbatasan Negara, yang memiliki 400.00 penjaga perbatasan, ke bawah wewenang FSB. Selain itu, badan anti-teror, yang dulu wewenangnya dibagi antara FSB dan Kementerian Dalam Negeri, sejak 2006 sepenuhnya di bawah FSB.
Belakangan, agen-agen FSB ditempatkan pada banyak perusahaan swasta guna memastikan, mereka benar-benar ”bekerja untuk kepentingan nasional”. Masih menurut Olga, kini lebih dari 10 persen anggota Duma (Majelis Rendah Parlemen) serta 20 persen anggota Dewan Federasi (Majelis Tinggi) terkait FSB.
Pertanyaannya, apakah setelah Putin tak lagi menjadi presiden para anggota FSB akan mengalihkan kesetiaannya pada Medvedev, yang seorang civiliki (sipil) dan bukan anggota klan siloviki.
Banyak yang meragukan hal itu. Tampaknya ”kartu FSB” akan tetap dipegang Putin. Sebagai PM, Putin bisa membantu Medvedev dengan terus mengontrol klan siloviki. Dari sisi lain, Putin juga bisa mengontrol Medvedev melalui FSB-nya.
Karena itu, muncul dugaan, setelah Medvedev menjabat presiden selama empat tahun, Putin (yang kini berusia 55 tahun) bisa dipilih kembali sebagai presiden tanpa menyalahi konstitusi.
Putin memang masih menyimpan ambisi. Tahun 2003 ia pernah berjanji untuk melipatduakan GDP Rusia pada 2010. Bila ekonomi Rusia terus membaik, target itu mungkin bisa dicapai.
Namun, tidak semua warisan Putin hebat dan cemerlang. Inflasi Rusia yang dua digit masih mengancam. Ekonomi Rusia yang terlalu bergantung pada minyak jelas tidak sehat. Selain itu, sektor kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan sistem jaminan sosial masih belepotan. Karena itu, tangan kuat tampaknya terus diperlukan untuk mempertahankan stabilisasi.
Pembagian kekuasaan
Belum jelas pembagian kekuasaan antara Medvedev dan Putin. Sehari setelah memenangi pemilu, Medvedev mengatakan, sesuai konstitusi, sebagai presiden dia akan menangani politik luar negeri. ”Kita akan meneruskan politik luar negeri yang telah dijalankan delapan tahun terakhir yang prioritasnya membela kepentingan Rusia dengan segala cara.”
Medvedev juga menjanjikan pengalihan kekuasaan yang stabil dan menegaskan, dia dan Putin memiliki hubungan kemitraan yang erat. ”Kami telah lama bekerja sama dan saling percaya.”
Bagaimana bentuk kerja sama itu di masa depan?
Susanto Pudjomartono Wartawan Senior, Dubes RI untuk Rusia (2004-2007)
No comments:
Post a Comment