Monday, March 3, 2008

Ekonomi AS Menuju Resesi?


Senin, 3 Maret 2008 | 04:22 WIB

Bambang Prijambodo



Setelah gejolak lanjutan bursa saham Amerika Serikat dan global pada minggu kedua dan ketiga Januari 2008 yang lalu, serangkaian kebijakan ditempuh oleh AS. Tanggal 22 Januari 2008, suku bunga Fed Funds diturunkan 75 basis poin menjadi 3,5 persen, satu minggu sebelum waktu yang dijadwalkan.

Akhir Januari 2008 Bank Sentral AS kembali menurunkan suku bunga Fed Funds sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 3,0 persen. Pemerintah AS juga berupaya mempercepat pemberian stimulus fiskal berupa tax rebates sebesar 800 dollar AS per orang dan 1.600 dollar AS per rumah tangga dengan total stimulus sebesar 150 miliar dollar AS.

Rentetan kebijakan AS ini menimbulkan pertanyaan seberapa serius ekonomi AS akan melambat dan seberapa besar dampaknya terhadap ekonomi dunia?

Ekonomi AS dikatakan mengalami resesi apabila produk domestik bruto (PDB) AS turun selama dua triwulan berturut-turut. Dalam triwulan IV-2007, PDB AS masih tumbuh 0,6 persen (quarterly seasonally adjusted at annual rate) atau 0,16 persen dibandingkan triwulan III-2007 (quarter to quarter/qtq) atau 2,5 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun 2006 (year on year/yoy).

Tahun 2007, ekonomi AS masih tumbuh 2,2 persen. Pada awal Februari 2008 diumumkan tingkat pengangguran AS bulan Januari 2008 sebesar 4,9 persen, sedikit lebih rendah dari Desember 2007 (5,0 persen) dengan penurunan kesempatan kerja di sektor bukan pertanian, terutama konstruksi dan manufaktur, sebanyak 17.000.

Meskipun masih tumbuh positif, ekonomi AS cenderung melemah cukup serius. Konsumsi masyarakat hanya tumbuh 2,5 persen (yoy), lebih rendah dari triwulan-triwulan sebelumnya yang umumnya di atas 3 persen. Yang mengkhawatirkan adalah investasi residensial yang makin besar penurunannya.

Dalam triwulan IV-2007, investasi residensial tumbuh negatif 18,3 persen (yoy), lebih besar dari penurunan yang sudah terjadi sejak triwulan II-2006. Pertumbuhan ekonomi AS relatif tertolong oleh ekspor barang dan jasa yang masih tumbuh 7,7 persen, impor barang dan jasa yang tumbuh melambat menjadi 1,4 persen, dan pengeluaran pemerintah yang meningkat 2,5 persen (yoy).

Kalau kecenderungan ini berlanjut, kemungkinan ekonomi AS dapat mengalami resesi pada triwulan III-2008 dengan PDB yang mulai turun pada triwulan II-2008. Investasi residensial yang menyumbang sepertiga dari investasi swasta akan menarik ke bawah investasi secara keseluruhan.

Dengan menurunnya aset rumah dan memburuknya ekspektasi terhadap ekonomi AS, konsumsi masyarakat akan menurun. Apabila ekonomi belahan dunia lainnya juga melambat, kemampuan ekspor AS dapat melambat. Dengan demikian, semua unsur penggerak ekonomi berpotensi tumbuh melambat dan bahkan dapat negatif.

Ada tiga faktor yang dapat mencegah ekonomi AS tidak mengalami resesi. Pertama, ekonomi Asia masih dapat tumbuh tinggi dalam satu tahun ini sehingga ekspor AS akan menopang ekonominya. Ini yang oleh sebagian kalangan disebut sebagai decoupling antara ekonomi AS dan Asia.

Saya melihat ekonomi Asia kemungkinan masih belum terlalu terpengaruh oleh melambatnya ekonomi AS dalam satu tahun ini dan bahkan dapat bertindak sebagai penyangga ekonomi AS dari resesi, kecuali ekonomi AS mengalami resesi dan pertumbuhan ekonomi sangat rendah seperti tahun 2001.

Kedua, kebijakan penurunan suku bunga berjalan efektif untuk menahan memburuknya ekonomi. Suku bunga yang rendah diperlukan AS untuk mengurangi keengganan sektor keuangan menyalurkan kredit serta menahan pelemahan bursa saham.

Konsekuensi nilai tukar dollar AS yang melemah dengan suku bunga yang rendah juga diperlukan untuk menjaga kemampuan ekspor AS dan sekaligus memperlambat impor.

Bank Sentral AS kemungkinan masih akan menurunkan suku bunga lagi bulan Maret mendatang selama belum ada sinyal bahwa perlambatan ekonomi yang mengarah resesi sudah berhenti dan menunjukkan pembalikan. Agresivitas kebijakan suku bunga AS juga didorong oleh ekspektasi yang kuat bahwa harga komoditas akan melunak tahun ini.

Ketiga, kebijakan stimulus fiskal dapat berjalan lebih awal untuk menahan merosotnya daya beli, terutama bagi masyarakat kurang mampu. Dengan total stimulus sebesar 150 miliar dollar AS atau 1 persen PDB AS, kemampuannya cukup besar untuk mendorong kembali konsumsi masyarakat.

Secara umum, desain kebijakan ekonomi yang dirancang AS cukup bagus. Tidak terlalu banyak, tetapi fokus didukung oleh magnitude yang cukup memadai untuk berfungsi dengan baik.

Gambaran terakhir ekonomi AS dan dunia diberikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Menjelang akhir Januari 2008, IMF melakukan revisi terhadap outlook ekonomi dunia tahun 2008. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh 1,5 persen pada tahun 2008. Tingkat pertumbuhan ini belum mencerminkan resesi di AS.

Pertumbuhan ekonomi AS sebesar 1,5 persen relatif sama dengan pertumbuhan ekonomi AS tahun 2002 yang mulai pulih dari resesi pendek tahun 2001. Pertumbuhan ekonomi dunia juga diperkirakan hanya melambat sebesar 0,3 persen, menjadi 4,1 persen, masih di atas ambang resesi global (3 persen).

Ekonomi Asia

Seberapa jauh ekonomi Asia akan terimbas apabila perlambatan ekonomi AS menjadi resesi pada tahun 2008 ini? Sulit untuk mendapatkan gambaran yang pasti seberapa besar ekonomi Asia terpengaruh apabila ekonomi AS mengalami resesi.

Salah satu cara adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2001. Ketika ekonomi AS mengalami resesi pendek dengan pertumbuhan sebesar 0,8 persen pada tahun 2001, ekonomi dunia memang mengalami resesi, dengan tumbuh di bawah 3 persen (tepatnya 2,6 persen).

Pertumbuhan ekonomi Asia melambat dari 7,0 persen tahun 2000 menjadi 6,0 persen pada tahun 2001. Meskipun hanya sedikit melambat, distribusinya sangat beragam. Ekonomi China masih tumbuh 8,3 persen, relatif sama dengan tahun 2000.

Namun, ekonomi Singapura dan Taiwan tumbuh negatif masing-masing sebesar 2,3 persen dan 2,2 persen sebagai konsekuensi ekonominya yang sangat bergantung pada eksternal.

Sampai dengan triwulan IV 2007 belum terlihat secara jelas pengaruh perlambatan ekonomi AS terhadap Asia. Ekonomi China pada triwulan IV 2007 masih tumbuh 11,2 persen (yoy).

Ekonomi Singapura, yang biasanya saya gunakan sebagai sinyal apabila ekonomi Asia terpengaruh, pada triwulan IV 2007 masih tumbuh 6,0 persen (yoy). Lebih lambat dari dua triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,6 persen dan 9,4 persen, tetapi belum pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Secara ringkas, meskipun ekonomi AS, misalnya, mengalami resesi pendek tahun 2008, pengaruhnya diperkirakan tidak terlalu besar pada ekonomi Asia. Kekuatan ekonomi Asia jauh lebih besar dibandingkan dengan tujuh tahun yang lalu, dengan China dan India yang makin berperan sebagai penggerak ekonomi Asia.

Lebih lanjut, perdagangan antarnegara-negara Asia juga jauh lebih besar dibandingkan dengan tujuh tahun yang lalu. Ketergantungan eksternal ekonomi Asia terhadap AS berkurang meskipun tidak terbebas sepenuhnya.

Terakhir, negara-negara di Asia lebih siap dalam menguatkan ekonomi dalam negerinya dibandingkan resesi tahun 2001 yang baru mulai pulih dari krisis tahun 1997/1998. Selama sisi permintaan dalam negeri dapat dikelola dengan baik dan stabilitas dapat dijaga dengan baik, pengaruh perlambatan ekonomi AS dapat diminimalkan.

Bambang Prijambodo Direktur Perencanaan Makro, Bappenas

 

No comments: