Tuesday, February 12, 2008

Cucu Ayatollah Kecewa



Khadijeh Saghafi, istri almarhum Ayatollah Ruhollah Khomeini, kecewa. Hal itu diutarakan cucu pemimpin Revolusi Islam Iran itu, Eli Eshraghi, Kamis (7/2) lalu. Nenek Saghafi yang sedang sakit-sakitan hanya bisa menahan kekecewaan.

Pasalnya, Eshraghi termasuk yang didiskualifikasi sebagai calon anggota parlemen yang seyogianya akan bertarung pada pemilu Maret 2008. Ia pun mengatakan tidak akan ”meminta-minta” untuk diizinkan kembali bertarung pada pemilu mendatang.

Eshraghi mengatakan, diskualifikasi terhadapnya adalah sebuah penghinaan pada keluarga Khomeini. Ia adalah salah satu dari 2.000 calon legislatif Iran yang didiskualifikasi dan pada umumnya dari kaum reformis.

Mantan Presiden Iran Mohammad Khatami—kampiun reformis—melukiskan diskualifikasi itu sebagai sebuah bencana. Tindakan ini dia katakan mengancam masa depan revolusi Iran, yang dicanangkan Khemeini tahun 1979, yang berujung dengan terjungkalnya Shah Mohammad Reza Pahlavi, almarhum pemimpin Iran pro-AS.

Eshraghi tak lolos seleksi yang dilakukan Dewan Garda. Alasannya, ia dan calon yang didiskualifikasi tidak cukup loyal pada prinsip Revolusi Islam Iran tahun 1979.

”Saya tidak setuju dengan aktivitas dari caleg-caleg lain yang didiskualifikasi, namun saya tidak akan memprotes dan juga tidak akan memohon mereka untuk mengubah keputusan itu,” kata Eshraghi, yang berusia 39 tahun lulus teknik sipil.

Eshraghi memiliki wajah yang mirip dengan kakeknya itu.

”Saya kira keputusan ini adalah sebuah kesengajaan, tetapi saya ingin menjaga reputasi keluarga Khomeini, saya tidak akan menunjukkan reaksi apa pun,” kata Eshraghi.

”Mereka memang telah mengirim pesan balik yang meminta saya menulis sebuah kalimat yang menggugat keputusan itu. Saya menjawab jika Anda salah, ubah sendiri keputusan Anda.”

”Jika kredibilitas seorang cucu Ayatollah tidak memadai lagi, lalu kepada siapa lagi saya harus mengeluh,” demikian Eshraghi.

Independen

Eshraghi bekerja di kantor Wali Kota Teheran dan mengatakan dirinya sebagai politisi independen, di dunia politik Iran yang terpecah dua, yakni antara kubu reformis dan garis keras.

Eshraghi jengkel dengan Dewan Garda yang menanyai tetangganya soal gaya hidupnya, apakah ia sembahyang atau berpuasa, merokok atau mencukur jenggot. Ia kaget soal itu.

Saeed Laylaz, analis politik independen di Iran, mengatakan, pemerintah begitu yakin dengan tindakannya menggusur kaum reformis. ”Pemerintah yang didukung rezeki minyak merasa tidak membutuhkan orang lain lagi kecuali orang-orang yang tunduk. Mereka tidak saja menggusur caleg yang dekat dengan Khomeini, tetapi juga cucunya,” katanya.

Eshraghi mengatakan, walau ia independen, namun memang lebih dekat ke kubu reformis. ”Hal ini tidak menguntungkan negara dan demokrasi. Pikiran sempit seperti ini tidak cocok dengan semangat Revolusi Islam Iran,” katanya kepada harian Kargozaran tentang diskualifikasi terhadap kaum reformis.

Ironisnya, Eshraghi mengatakan telah menyampaikan pada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei soal rencananya jadi caleg. Ia bahkan sudah berdiskusi satu jam dengan Presiden Mahmoud Ahmadinejad soal serupa. Namun, tetap saja ia didiskualifikasi.

Saat menghadiri perayaan 29 tahun Revolusi Islam Iran, Senin (11/2), Presiden Mahmoud Ahmadinejad kembali mengecam Barat. Ia mengatakan, Iran tak akan pernah tunduk pada tekanan Barat, termasuk soal pengembangan nuklir. (REUTERS/AP/AFP/MON)



 

No comments: