Friday, February 15, 2008

Rusia Baru di Tangan Vladimir Putin


Kamis, 27 Desember 2007 - 16:36 wib
Nurfajri Budi Nugroho - Okezone

Putin Tidak Ragu Menjabat Perdana Menteri
Index Berita »
Tidak salah jika majalah TIME akhir tahun ini menyebut Vladimir Vladimirovich Putin sebagai "Person of the Year". Pria dengan mata berwarna biru dengan tatapan dingin ini mengalahkan popularitas Al Gore, George W.Bush dan JK Rowling. TIME menyebut Putin sebagai "Tsar of the New Russia".


Sejumlah kalangan menilai kepemimpinan mantan agen KGB kelahiran 7 Oktober 1952 ini otoriter, tak ubahnya seperti saat Rusia masih bernama Uni Soviet di bawah kekuasaan sosialis. Putin bukan teladan yang baik untuk mewujudkan kebebasan berbicara. Tokoh-tokoh oposisi yang menjadi lawan politiknya dilumpuhkan.

Namun di balik itu semua, Rusia mengalami kemajuan yang signifikan. Perekonomian negeri Beruang Merah ini membaik, dan secara militer, Rusia kembali dipandang dunia internasional dengan obsesi Putin membentuk kutub baru berhadapan dengan Amerika Serikat.

Pertumbuhan ekonomi Rusia kini mencapai 7%, melebihi rata-rata yang pernah dicapai selama tujuh atau delapan tahun sebelumnya. Seluruh hutang negeri itu dilunasinya. Pertumbuhan pendapatan negeri ini berkisar di angka 12%, dengan sektor minyak dan gas menjadi kekuatan penopang utama.

Tak hanya pertumbuhan, pemerintah Rusia juga berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Maka tak heran, sejak 2001, laporan tahunan Bank Dunia soal Rusia berisikan pujian.

Di bawah kepemimpinan Putin, Rusia menjadi gudang persenjataan perusak massal terbesar di dunia dan persenjataan nuklir mematikan. Ditambah lagi kekayaan minyak di negara yang dipimpin Putin itu menduduki peringkat kedua terbesar di dunia setelah Arab Saudi. Putin juga memainkan peran penting di Timur Tengah terkait keseimbangan pengaruh Amerika Serikat (AS) dan Rusia.

Kemajuan itu seakan menutupi gaya kepemimpinan Putin yang oleh sejumlah kalangan disebut diktator. Kasus-kasus pembunuhan terhadap sejumlah tokoh dan wartawan pun tak bergaung lebih keras dibanding cerita tentang kesuksesan itu. Kasus kematian wartawan Anna Politkovskaya karena menelisik korupsi di Kremlin tidak terlalu dipersoalkan masyarakat Rusia. Begitu pula dengan kematian penulis eks anggota KGB Alexander Litvinenko.

"Sistem politik yang diterapkan Putin seperti Mafia, bukan demokrasi!" Kalimat itu dilontarkan mantan juara dunia catur Garry Kasparov yang kini menjadi tokoh oposisi utama anti-Putin. Kasparov beberapa waktu lalu dipenjara, saat memimpin unjuk rasa menentang pemerintahan Putin.

Harga Diri Rusia

Putin memiliki obesesi untuk mengembalikan harga diri Rusia. Langkah yang diambilnya untuk mencapai itu salah satunya dengan menarik Rusia dari Pakta Kekuatan Konvensional Eropa (CFE). Artinya, Rusia bisa saja menerjunkan pasukan dalam jumlah besar di dekat kawasan Eropa Barat.

CFE ditandatangani seluruh anggota NATO dan negara-negara yang terikat Pakta Warsawa pada 1990. Berdasarkan Pakta CFE, negara bersangkutan dibatasi dalam menempatkan pasukan, tank, dan perlengkapan militer lainnya di seluruh Eropa.

Keputusan ini dilakukan karena Rusia melihat kekuatan NATO terus berkembang di Rumania dan Bulgaria yang mengancam Rusia.

Sepanjang dipimpin Putin, Rusia bukanlah anak manis yang menurut apapun yang dimaui AS. Tengok saja tatkala AS berupaya menjatuhkan sanksi terhadap Iran, terkait isu nuklir. Rusia bersama China menolaknya.

Kepada AS, Putin tidak malu-malu melontarkan kecamannya. Menurut Putin, AS merupakan kekuatan sembrono yang membuat dunia menjadi lebih berbahaya akibat kebijakan perangnya. Putin juga menuduh AS telah secara liar mempertontonkan kekuatan di berbagai negara hingga memicu perlombaan senjata di tingkat global.

Keberanian Putin pantas dilontarkan. Sebab, Rusia bukan negeri yang hanya memiliki sisa-sisa keruntuhan Uni Soviet. Agustus silam, Rusia menghidupkan kembali patroli jarak jauh pesawat pengebom yang berhenti beroperasi sejak 15 tahun silam. Sebulan sesudahnya, uji coba bom non-nuklir berdaya ledak terhebat digelar. Bom yang dijuluki "ayah segala bom" ini memiliki daya ledak setara 44 ton TNT, jauh mengalahkan "ibu segala bom" milik AS yang hanya berdaya ledak 11 ton TNT.

Dua Tsar

Pada 10 Desember lalu, Putin memilih Deputi Pertama Perdana Menteri Dmitry Medvedev menjadi penggantinya setelah lengser tahun depan. Kandidat pilihan Putin ini diyakini akan memperoleh jaminan kemenangan dalam pemilihan presiden 2 Maret 2008. Medvedev merupakan pilihan sempurna bagi Putin. Ini karena dia merupakan loyalis sejati dan tidak berpotensi ancaman bagi Putin.

Tak lama setelah disebut bakal menggantikan Putin, Medvedev meminta Putin bersedia mendampinginya untuk menjadi perdana menteri. Putin pun menyatakan kesediannya. Ini menunjukkan, meski sudah tidak bisa lagi menjabat sebagai presiden, Putin masih ingin berkuasa di negeri itu.

Sejumlah surat kabar Rusia mempertanyakan bentuk struktur kekuasaan yang baru. Bagaimana seorang presiden yang kuat seperti Putin bisa berada di pos perdana menteri yang secara tradisional lemah. Hal ini dinilai mengancam stabilitas Rusia. Bahkan, harian Moskovsky Komsomolets menyebut bakal ada "dua tsar" di Rusia untuk pertama kalinya sejak abad ke 17, ketika Ivan Romanov dan adiknya Peter Romanov mengumumkan sebagai tsar di tengah persaingan politik.

No comments: