Wednesday, February 13, 2008

Tantangan bagi Pemerintah Pakistan

Tewasnya Benazir Bhutto, 27 Desember lalu, memberikan sumbangan besar naiknya suhu politik di Pakistan menjelang pemilu parlemen, 18 Februari ini.

Sebelum Benazir tewas, memang, rakyat Pakistan telah menyaksikan serangkaian serangan bom bunuh diri terhadap para tokoh politik dan personel keamanan. Akan tetapi, tewasnya Benazir semakin mempertebal rasa tidak percaya masyarakat kepada pemerintah dan aparat keamanan dalam menangani masalah keamanan dan menjamin keselamatan warganya.

Banyak korban tewas dan luka. Khusus untuk tahun 2007 saja, sudah lebih dari 80 orang tewas akibat ledakan bom bunuh diri dan serangan lain. Yang terakhir terjadi hari Senin lalu. Sedikitnya 10 orang tewas dan 13 orang lainnya terluka akibat ledakan bom bunuh diri di wilayah North Waziristan. Salah satu korban tewas adalah kandidat peserta pemilu parlemen, yakni Nisar Ali Khan.

Serangan bom bunuh diri dan pembunuhan politik itu telah menebarkan ketakutan di kalangan masyarakat. Apalagi pemerintah telah meminta para pemimpin partai politik untuk tidak mengadakan pengumpulan massa, sebab akan bisa menjadi sasaran bom bunuh diri.

Persoalan lain yang membayangi pemilu parlemen mendatang adalah adanya kecemasan akan terjadinya kecurangan. Masalah ini berulang kali diteriakkan oleh para pemimpin partai oposisi. Mereka pun sudah mengancam akan turun ke jalan jika terjadi kecurangan dalam penghitungan suara hasil pemilu mendatang.

Jika kecurangan selama proses pemilu terjadi, tidak mustahil Pakistan akan terlempar ke dalam situasi yang lebih buruk lagi sebagai hasil pemilu. Selain itu, pemilu juga tidak akan melahirkan pemerintahan yang memiliki legitimasi, yang sebenarnya sangat dibutuhkan negeri itu untuk kembali bangkit.

Kecurangan juga akan mengakibatkan tidak adanya saling percaya di antara warga, yang sebetulnya sangat dibutuhkan untuk membangun konsolidasi demokrasi. Bukankah demokrasi tidak akan dapat stabil dan efektif apabila rasa percaya di antara sesama warga di kalangan elite politik tidak ada.

Di sinilah letak peran negara. Tanpa negara yang berfungsi menegakkan tatanan hukum dan ketertiban, demokrasi menjadi tidak mungkin terwujud. Pemilu pun menjadi mubazir. Oleh karena stabilitas negara-bangsa merupakan prasyarat bagi konsolidasi demokrasi.

Pada akhirnya keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan keamanan merupakan syarat mutlak bagi pelaksanaan sebuah pemilu. Jika hal itu terjadi, pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan dapat dilakukan di bilik-bilik suara dan tidak di jalan lewat demonstrasi.

No comments: