Thursday, February 21, 2008

Myanmar


Proses Menuju Demokrasi Belum Terlihat Nyata

Kamis, 21 Februari 2008 | 02:33 WIB

Jakarta, Kompas - Proses politik belum menunjukkan arah nyata menuju demokrasi. Padahal, Myanmar sudah didera unjuk rasa besar-besaran yang dimotori para pendeta Buddha akhir September 2007.

Tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi telah lima kali bertemu dengan pejabat tinggi pemerintah Myanmar. Juga sudah dua kali Utusan Khusus Sekjen PBB, Ibrahim Gambari, berkunjung ke Myanmar. Namun, semua itu hanya ”peristiwa” semata.

Demikian dikatakan Duta Besar Inggris untuk Myanmar, Mark Canning, dalam wawancara dengan Kompas di Jakarta, Rabu (20/2).

”Sangat disayangkan, empat bulan pascaunjuk rasa berdarah itu sesungguhnya sedikit sekali yang berubah,” kata Canning yang telah bertugas di Yangon sejak Juli 2006.

Dia mengingatkan, pada Oktober tahun lalu, Dewan Keamanan PBB telah meminta Pemerintah Myanmar melakukan tiga hal, yaitu dimulainya rekonsiliasi politik, pembebasan para tahanan politik, dan kerja sama Pemerintah Myanmar dengan Sekjen PBB.

Canning menguraikan, di bidang rekonsiliasi nasional memang telah ada pertemuan antara pemerintah dan Aung San Suu Kyi. Suu Kyi juga telah diizinkan bertemu dengan para anggota komite sentral partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dua kali.

”Pertemuan-pertemuan itu tidak meletakkan landasan bagi dialog. Bahkan, pada pertemuan terakhir, Suu Kyi mengungkapkan frustrasi karena tidak ada kemajuan,” kata Canning.

Dubes Inggris itu menambahkan, tidak terlihat ada gerakan untuk membawa kelompok-kelompok etnis dan kelompok-kelompok oposisi bersama- sama ke dalam dialog.

Dilihat dari isu tahanan, Pemerintah Myanmar telah mengizinkan pelapor PBB, Paulo Sergio Pinheiro, berkunjung pada November 2007. ”Tetapi, mereka gagal menindaklanjuti rekomendasi yang dia berikan. Pelapor PBB meminta jumlah warga yang ditahan, tetapi tidak diberikan. Juga tidak ada penghitungan berapa banyak orang yang hilang pada unjuk rasa tahun lalu,” papar Canning.

Ia menyebutkan perkiraan jumlah tahanan politik di Myanmar yang lebih dari 2.000 orang.

Mengenai kerja sama dengan utusan Sekjen PBB, Pemerintah Myanmar belum mengizinkan lagi kunjungan Gambari sejak November 2007 hingga saat ini.

”Kami berharap dia (Gambari) bisa berkunjung lagi awal Maret tahun ini, tetapi kami ingin dia bisa tinggal di Myanmar selama yang dia perlukan dan bisa memulai proses rekonsiliasi yang sangat penting,” ungkap Canning.

Dubes Inggris itu mengakui sulit untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang telah dibicarakan Suu Kyi dengan wakil Pemerintah Myanmar dalam lima kali pertemuan karena status Suu Kyi yang masih tahanan rumah.

”Saat ini kami melihat langkah-langkah itu merupakan konsesi taktis, tidak menunjukkan perubahan strategis menuju kerja sama dengan masyarakat internasional,” ujarnya.

Suu Kyi dilarang

Dari Myanmar, Selasa (19/2) malam, dilaporkan, pemerintah melarang Suu Kyi ikut dalam pemilihan umum yang dijadwalkan pada 2010 karena dia menikah dengan warga negara asing. Larangan itu terdapat dalam rancangan konstitusi Myanmar yang akan diputuskan melalui referendum, Mei 2008.

ASEAN langsung mengkritik adanya ketentuan dalam rancangan konstitusi itu, tetapi tidak berdaya untuk mencampuri urusan dalam negeri Myanmar.

Canning menekankan perlu terus dilakukan tekanan oleh masyarakat internasional, dikombinasikan dengan diplomasi dan kerja sama dengan misi utusan Sekjen PBB. (AFP/OKI)

No comments: