Thursday, February 21, 2008

Pelajaran Konflik Timor Leste



Konflik di Timor Leste mencapai titik kulminasi pada tanggal 11 Februari 2008 pagi dengan terjadinya serangan bersenjata yang dilakukan Mayor Alfredo Reinado terhadap Presiden Jose Ramos Horta dan PM Xanana Gusmao.

Ramos Horta mengalami luka tembak serius, sementara Xanana Gusmao dapat meloloskan diri. Bila diteliti dari awal, kekisruhan berawal dari konflik etnis diantara pasukan Forcas Defenza Timor Leste (Angkatan Bersenjata Timor Leste). Kelompok etnis wilayah Barat (Loro Monu) merasa dianaktirikan dan merasa telah terjadi tindak diskriminasi terhadap mereka yang dilakukan Panglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak beserta para pemimpin tentara yang berasal dari kawasan Timur (Loro Sae). Perwira Loro Sae dianggap pemicu diskriminasi, selalu mempermasalahkan asal tentara dan sumbangan dalam perjuangan kemerdekaan.

Hanya pasukan asal wilayah Loro Sae (distrik Baucau, Los Palos dan Viqueque) yang berjuang melawan TNI, sementara tentara asal wilayah Loro Monu (Manatuto, Dilli, Manufahi, Liquisa,Aileu,Ermera, Bobonaro) dikatakannya kaki tangan milisi bentukan TNI masa lalu. Sebagai protes, 591 anggota pasukan etnis Loro Monu melakukan pembangkangan dan desersi.

Pada April 2006 Panglima FDTL atas perintah PM Marie Alkatiri melakukan pemecatan massal terhadap 591 personel di bawah pimpinan Lettu Gastao Salsinha.Pasukan yang dipecat sangat marah,Mayor Reinado dan Mayor Augusto Araujo serta pasukan Lettu Salsinha melakukan pemberontakan, dan memicu kerusuhan di Dilli. 20 orang diberitakan tewas, puluhan orang hilang, ratusan rumah dibakar, 100.000 orang mengungsi.Kerusuhan melibatkan geng-geng preman bersenjata danchaosmeluas menjadi pertikaian etnis (timur dan barat).

Pasukan perdamaian PBB yang dimotori Australia tidak sepenuhnya dapat mengontrol kondisi keamanan yang ada. Saat Xanana Gusmao menjadi Presiden,Alfredo berhasil dihimbau dan mau menyerahkan diri kepada tentara Australia. Karena dituduh masih menyembunyikan senjata, Alfredo dipenjara, dan kemudian dapat melarikan diri.Dari hasil pemilu bulan Mei 2007, Ramos Horta berhasil terpilih menjadi Presiden,kemudian menunjuk Xanana Gusmao menjadi Perdana Menteri.

Kedua pimpinan nasional tersebut secara terbuka meminta pasukan keamanan Australia untuk menangkap Mayor Alfredo hidup atau mati. Markas Alfredo di daerah Same diserbu pasukan Australia dengan menggunakan helikopter serbu dan kendaraan lapis baja.Pemimpin pemberontak ini melarikan diri ke hutan walau empat anak buahnya tewas. Alfredo mengatakan kemarahan dan menyatakan telah dihianati, khususnya terhadap Xanana Gusmao yang sangat dihormatinya.

Pada 11 Februari pagi,dengan memanfaatkan kelengahan baik pasukan keamanan Australia, polisi dan pasukan keamanan presiden,Alfredo melakukan serangan bersenjata dan berhasil melukai serius Presiden Ramos Horta di rumahnya, walau ahirnya Mayor Alfredo juga tewas. Keberhasilan serangannya menjadi sejarah hitam atas konflik panjang yang terjadi di Timor Leste. Dalam Encyclopedia of Professional Management terdapat tiga tingkatan konflik. The unvisible conflict (konflik yang ada dalam batin), the perceived/experience conflict (konflik sudah nampak) dan the fighting (konflik sudah berubah menjadi perlawanan fisik,perkelahian).

Dari beberapa kasus yang terjadi, sumber konflik disebabkan antara lain karena perlakuan yang mendiskreditkan atau ada pihak yang merasa tidak dihargai, manajemen yang gagal mendefinisikan peran dan tugas masingmasing orang,komunikasi yang lemah, kegagalan mengontrol diri atau kehilangan kendali dan benturan kepribadian. Menurut Johnson (1990) konflik yang tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan perubahan sosial yang tidak diharapkan.Konflik yang berkepanjangan mendorong timbulnya kebencian dan keinginan balas dendam, membantu munculnya kelompok- kelompok yang tujuan utamanya adalah mengobarkan perang.

Kondisi ini menyediakan tanah penyemaian yang ideal bagi jenis orang yang bersedia terlibat teror masal. Timor Leste yang menurut Bank Dunia termasuk sebagai negara miskin, dengan tingkat pengangguran di atas 50% angkatan kerja.Tanpa campur tangan PBB, Australia, Jepang serta beberapa negara donor lain, tinggal selangkah lagi akan menjadi sebuah negara gagal. Dari kasus beberapa negara gagal seperti Somalia, Sierra Leone, Liberia, Rwanda dan Afgganistan, umumnya digunakan sebagai tempat bersarangnya teroris.

Amerika Serikat telah merasakan akibat dari serangan teroris terhadap negaranya sebagai produk dari konflik yang berlarut-larut di Afghanistan, Kashmir,Jalur Gaza dan Tepi Barat. Yang perlu diwaspadai adalah apabila Timor Leste merosot menjadi sebuah negara gagal. PM Xanana sepertinya akan sulit mengontrol masyarakat yang secara prinsip etnis sudah terpecah dua. Bagaimana pengaruh dan pelajaran yang dapat kita petik?. Pertama, Indonesia sebaiknya waspada, karena konflik dapat berimbas ke wilayah timur Indonesia yang mempunyai perbatasan langsung.Kedua, Indonesia memiliki lebih dari 300 etnis dan beragam agama, juga memiliki beberapa kasus dan potensi konflik.

Kasus Aceh, Poso, Kalimantan Barat, Maluku,Papua, kasus DI/TII,G30S/PKI adalah konflik yang telah terjadi dan harus terus diwaspadai dan dikelola dengan baik. Ketiga,konflik Pilkada yang terjadi dibeberapadaerahperluterusdiamati, khususnya apabila prosentase tindakan anarkis melebihi 40%. Para elit jangan hanya bersikukuh pada suatu prinsip,sebaiknya dicari solusi terbaik tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan reformasi.

Apakah kita tega mengorbankan rakyat kecil berdarah- darah hanya untuk memilih bupati/wali kota/gubernur?.Keempat, dari beberapa kasus konflik anggota TNI-Polri,harus segera dicarikan jalan keluarnya karena beberapa sudah memasuki tingkat the fighting berbahaya yang melibatkan penggunaan senjata api. Bagaimana kalau nanti mereka gunakan alat dan senjata berat?.Tidak perlu kita menyalahkan salah satu pihak,justru para elit politik diharapkan membantu penyelesaian dan justru tidak ikut mengompori.

Perlu dibuat klasifikasi dan prioritas dari keempat potensi konflik yang harus dikelola segera.Lebih baik diprioritaskan yang berpotensi memecah belah bangsa. Konflik yang menyangkut prinsip dasar (fundamental) akan menimbulkan akibat jauh lebih serius dibandingkan masalah yang bersifat sekunder.

Menurut eksperimen Sherif, penyelesaian konflik akan terjadi apabila diintrodusikan superordinate goals, yaitu ketika mereka yang terlibat konflik dihadapkan pada tugas bersama yang merupakan tujuan bersama yang lebih tinggi, di mana pencapaian tidak akan mungkin berhasil tanpa partisipasi seluruh kelompok. Dengan demikian terjadi transformasi dari situasi konflik ke relasi antar kelompok yang harmonis.(*)

Prayitno Ramelan
Analis Lembaga Indset

No comments: