Saturday, June 23, 2007

Abbas Pikirkan Pemilu

Pemerintah Mesir Undang Palestina, Israel, dan Jordania

Ramallah, Jumat - Presiden Palestina dari kubu Fatah Mahmoud Abbas berniat menggelar pemilu dini untuk memperkuat posisi. Namun, pemilu itu tampaknya hanya bisa dilakukan di Tepi Barat, sebab Hamas yang kini menguasai Jalur Gaza bertekad akan mengacaukan pemilu tersebut.

Penasihat Abbas, Yasser Abed Rabbo, mengatakan, para pemimpin Palestina akan berupaya melaksanakan pemilu legislatif dan presiden di Tepi Barat dan Gaza secara proporsional.

Pernyataan itu diungkapkan setelah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mendesak Abbas untuk menggelar pemilu dini. Sebanyak 115 anggota Dewan Pusat PLO dalam pernyataan akhir menyebutkan, Abbas selaku pemimpin PLO harus mengamankan kondisi Palestina untuk menggelar pemilu presiden dan parlemen sesegera mungkin.

Pemilu berikutnya seharusnya baru dilaksanakan tahun 2009 dan 2010.

Rencana PLO dan Abbas ini langsung ditolak Hamas. Juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan, langkah itu merupakan perampokan atas kemenangan Hamas dalam Pemilu 2006 yang berlangsung demokratis. Karena itu, Hamas tidak akan membiarkan pemilu tersebut digelar di Gaza. Abu Zuhri juga mengisyaratkan, pihaknya akan mengacaukan pemilu di Tepi Barat.

”Saya kira mereka (Abbas dan penasihatnya) harus mengambil pelajaran dari (kekalahan mereka di) Gaza,” kata Abu Zuhri.

Hasil survei yang dipublikasikan Pusat Penelitian Survei dan Kebijakan Palestina, Kamis (21/6), menunjukkan, tiga perempat warga Palestina setuju pemilu dini. Survei yang melibatkan 1.270 warga Palestina juga menunjukkan bahwa Abbas hanya akan menang tipis atas Perdana Menteri (PM) Ismail Haniya atau 49 persen melawan 42 persen jika pemilu digelar saat ini.

Palestina saat ini terbagi dua menyusul serangan Hamas di Jalur Gaza. Tepi Barat dikuasai Fatah dan Jalur Gaza dikuasai Hamas. Masing-masing pihak mengklaim sebagai pemegang pemerintahan yang sah di seluruh Palestina.

Abbas berusaha melemahkan posisi Hamas dengan membubarkan pemerintahan koalisi pimpinan Hamas dan menyatakan Pasukan Eksekutif Hamas sebagai kelompok terlarang. Di sisi lain, Abbas berupaya memperkuat posisinya dengan mencari dukungan internasional dan mencari legitimasi politik di dalam negeri.

Di Gaza City, Hamas, Kamis, mengadakan pawai melalui kompleks Keamanan Nasional yang mereka rebut dari Fatah. Hal itu mereka lakukan sebagai simbol pengambilalihan markas Keamanan Nasional. Sekitar 250 pejuang Hamas berseragam biru gaya militer menenteng senapan serbu AK-47.

Di depan ratusan anggotanya, Komandan Pasukan Eksekutif Jamal al-Jarrah menegaskan bahwa pihaknya sekarang ini memegang tanggung jawab untuk menjaga keamanan di seluruh Gaza.

”Hari ini Anda satu-satunya pihak di lokasi ini. Mempertahankan kemenangan lebih sulit dari merebutnya,” kata Jamal dengan tegas kepada anggota pasukannya.

Pertemuan

Saat Hamas dan Fatah bertarung memperebutkan kekuasaan, Pemerintah Mesir berinisiatif menggelar perundingan damai. Presiden Mesir Hosni Mubarak menyatakan, dia telah mengundang Abbas, PM Israel Ehud Olmert, dan Raja Jordania Abdullah II. Pertemuan akan berlangsung Senin (25/6) di Resor Sharm el-Sheik di Semenanjung Sinai, Mesir. Inisiatif Mesir disambut baik oleh Olmert.

Dari Haifa, Israel, Olmert mengatakan, pertemuan tersebut akan menjadi sebuah awal baru bagi Palestina dan Israel. Seorang pejabat di kantor Olmert menjelaskan, pertemuan itu akan menunjukkan Arab dan Israel mendukung pemerintahan Abbas.

Israel setuju memperkuat hubungan dengan Abbas dan berjanji mencabut beberapa pembatasan di Tepi Barat. Syaratnya, Abbas harus memerangi kelompok garis keras di Tepi Barat.

Hari Selasa mendatang, utusan kelompok kuartet yang terdiri atas Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, dan Rusia juga akan bertemu di Jerusalem. Pertemuan itu antara lain akan membicarakan perkembangan terakhir di Palestina. Ini adalah pertemuan pertama kuartet sejak Hamas menguasai Gaza. (AP/REUTERS/BSW)

No comments: