Sunday, June 3, 2007

Cermin dari Jepang dan China
Pejabat Dieksekusi, Menteri Bunuh Diri

Simon Saragih

Kecewa dengan kita sendiri, di mana para koruptor bebas bergentayangan seperti hantu yang bisa menyelinap ke mana-mana di dunia ini, termasuk di Singapura? Telanlah kekecewaan itu hingga kita bisa meniru China. Telanlah kekecewaan itu hingga kita bisa menyaksikan seorang menteri menghukum diri seperti di Jepang.

Sebelum berita eksekusi pejabat China, kita juga disuguhi berita dari Jepang. Menteri Pertanian Toshikatsu Matsuoka menggantung dirinya dan tewas. Ia meninggalkan catatan yang meminta maaf kepada orang-orang dekatnya.

Menteri yang meninggal Senin (28/5) itu adalah anggota parlemen Jepang ketujuh yang bunuh diri sejak Perang Dunia II karena terlibat skandal. Ia tidak tahan dengan stres. Ia juga malu akibat skandal suap yang menimpa dirinya.

Padahal disebutkan, ia hanya menerima suap sekitar Rp 2,3 miliar dari seorang kontraktor yang membangun jalan di Provinsi Kumamoto, yang menjadi daerah asal Matsuoka.

Namun, memang kontraktor itu pernah berjasa membiayai kampanye politik Matsuoka agar bisa duduk di parlemen Jepang melalui Partai Demokratik Liberal (LDP). Ketika duduk di parlemen, Matsuoka mendorong kontraktor tersebut untuk menangani tender.

Walau tidak gentlement, mungkin Matsuoka harus kita puji karena merasa bersalah. Adakah pejabat kita yang merasa bersalah? Untuk tidak malu tampil di depan umum saja rasanya sudah syukur. Banyak pejabat kita yang malang melintang di pesta kalangan jetset meski kasus korupsi menghadangnya.

Salah satu alasan bunuh diri Matsuoka, menurut harian Yomiuri di situs on line-nya, adalah karena lingkungannya sudah mengisolasi Matsuoka dari pergaulan. Ia pun mendapat tekanan di parlemen dari oposisi.

Kematian Matsuoka juga jadi bahan serangan oposisi kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Pihak di dalam LDP sendiri pun sudah pernah mengingatkan Abe agar jangan menunjuk Matsuoka, yang kini digantikan Norihiko Akagi. Abe tetap memilihnya, bahkan terus membelanya hingga di akhir hayatnya.

Oposisi Jepang, Partai Demokrasi Jepang (DJP), kini akan menjadikan kasus Matsuoka sebagai salah satu cacat bagi LDP, untuk menghajar Abe pada pemilu majelis tinggi.

Harian Mainichi melakukan jajak pendapat yang menunjukkan, rakyat akan menghukum LDP dalam pemilu parlemen yang akan berlangsung 22 Juli mendatang. Pemerintahan Abe dinilai sudah terlalu banyak berlepotan dengan isu korupsi.

Kematian Matsuoka adalah bahan tambahan bagi oposisi setelah Menteri Reformasi Pemerintahan Genichiro Sata juga mundur Desember 2006 karena skandal.

Artinya, korupsi dan skandal telah mendapatkan hukumannya, secara langsung atau tidak langsung.

Kesalahan lama

Hal paling dahsyat adalah dari China. Di negara ini juga jarang terdengar pejabat bunuh diri. Maklum, puluhan ribu pejabat Partai Komunis juga terlibat korupsi. Bahkan, negara ini sudah lama jadi salah satu negara di dunia di mana korupsi bagai endemik yang susah dibasmi.

Namun, hal itu tak berarti korupsi tak mendapatkan hukuman. Waktu secara perlahan- lahan telah mengubah sikap Partai Komunis.

Di bawah Presiden Hu Jintao, korupsi menjadi salah satu program untuk dibasmi jika wibawa Partai Komunis ingin ditegakkan di mata masyarakat.

Salah satu bukti terbaru adalah China menghukum mati Zheng Xiaoyu (62), mantan pejabat bidang pengawasan obat dan makanan. Zheng dihukum karena meloloskan ratusan jenis obat yang beracun.

Pengadilan di Beijing memutuskan ia harus dieksekusi hari Selasa (29/5). Ia dituduh menerima suap dengan imbalan meloloskan sejumlah produk tanpa uji kelayakan yang pas. Padahal, produk itu akan dipasarkan untuk dikonsumsi publik domestik maupun internasional.

Ini adalah salah satu klimaks dari berita menghebohkan soal produk buatan China yang menakutkan konsumen di China dan juga di berbagai negara di dunia, tujuan ekspor China.

Latar belakang hukuman untuk Zheng adalah saat masih menjabat Direktur Pengawasan Makanan dan Obat-obatan, ia meloloskan makanan dan obat- obat palsu atau beracun. Ia sudah tak menjabat lagi, tetapi tetap dihukum akibat ulahnya itu.

Zheng dituduh menerima suap Rp 7,65 miliar, sebagaimana diberitakan kantor berita Xinhua. "Perbuatan Zheng memperlihatkan buruknya kinerja lembaga dan buruknya pemantauan, pengawasan obat-obatan yang bisa menyebabkan bahaya bagi kesehatan, serta memberi dampak negatif secara sosial," demikian putusan pengadilan.

Konsekuensi dari perbuatan Zheng, enam produk palsu justru mendapatkan izin dari badan yang dipimpin Zheng. Salah satu perusahaan yang dituduh menyuap Zheng mendapatkan persetujuan untuk 277 jenis obat palsu dan hampir semuanya laris.

Produk China untuk dikonsumsi akhir-akhir ini menjadi isu besar dan tergolong serius. Masalahnya, banyak makanan yang dibuat dari bahan kimia beracun.

"Zheng seharusnya bertindak serius, tetapi dia melalaikan tugas vital dan membahayakan publik karena suap," demikian tuntutan pengadilan.

Zheng yang berasal dari Provinsi Fujian menjabat di badan itu tahun 1998-2005 setelah kariernya melejit di sejumlah perusahaan farmasi milik negara.

Zheng sudah dipecat dari Partai Komunis awal tahun ini setelah penyelidikan menyimpulkan bahwa ia memperkaya diri dengan menerima suap dari berbagai perusahaan farmasi.

Nyawa seperti tak berharga

Jauh sebelum kasus Zheng muncul, sering kali terdengar soal murid-murid sekolah keracunan setelah meminum susu dan makanan gratis namun beracun. Kasus ini hampir muncul setiap bulan.

Di bawah Zheng, puluhan orang mati di China akibat mengonsumsi obat dan makanan beracun. Kasus utama adalah pada tahun 2004, setidaknya 13 bayi meninggal karena kurang gizi setelah mengonsumsi susu yang hanya diberi tepung tanpa kandungan gizi.

"Kisah Zheng merupakan langkah penting untuk mengatasi persoalan besar industri farmasi," kata Chen Zhonglin, profesor hukum di sebuah universitas di Chengu. "Selama bertahun-tahun, rakyat menghadapi tingginya harga obat dan maraknya pasar dengan peredaran obat palsu. Itu adalah akibat perbuatan Zheng selama menjabat," kata Chen.

"Beredarnya obat dengan harga yang tinggi sekali membuat rakyat tak mampu membeli," ujarnya. Tak pelak lagi, hal itu karena ada biaya tambahan untuk menyuap para pejabat.

Hukuman mati bagi Zheng juga dianggap penting sebagai peringatan keras bagi pejabat lain di China agar menjalankan tugasnya secara benar, baik di bidang pengawasan makanan dan obat maupun instansi lainnya.

Sepanjang Mei 2007, China dihebohkan isu produk makanan hewan setelah muncul keluhan dari Amerika Serikat. China terentak dan ingin bertindak tegas soal penegakan kualitas pengawasan makanan.

Isu keamanan makanan buatan China juga menjadi isu internasional setelah produk gandum dalam makanannya mengandung melamin. Hal ini mengakibatkan tewasnya 2.000 kucing dan anjing di AS. Protes dari konsumen AS terhadap produk China itu makin mencuatkan isu pengawasan makanan.

Anak istri pun dihukum

Partai Komunis China tampaknya mulai menunjukkan keseriusan terhadap korupsi sebagaimana sudah dicanangkan. Persoalan pejabat korupsi menjadi hal besar di China.

Mantan sekretaris Zheng, Cao Wenzhuang, pun dituduh menerima suap dan turut diadili bersama Zheng. Juga ada 31 orang lain yang dituduh terlibat skandal, termasuk istri Zheng, Liu Naixue, putranya, Zheng Hairong, dan juga pejabat bidang pengawasan makanan. Mereka semua mendapatkan hukuman.

Chen Yaozu, Manajer Umum Danyang Chengshi Household Chemical, pembuat sirup obat batuk beracun, juga sedang diselidiki. Namun, dia mengatakan ekspornya ke Panama, yang mematikan 51 orang, sudah lolos uji dari otoritas.

Juru bicara Departemen Luar Negeri China, Jiang Yu, mengatakan, hukuman terhadap Zheng merefleksikan sikap tegas soal korupsi. Tahun 2000 China juga menghukum mati Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi Hu Changqing dan Wakil Kepala Kongres Rakyat Nasional Cheng Kejie dengan alasan menerima suap. Kapan kita melihat hal serupa di negara ini? (REUTERS/AP/AFP)

No comments: