Wednesday, June 6, 2007

Melacak Jaringan Macan Tamil
Banyak Negara Tak Punya Sarana untuk Mengidentifikasi Kelompok Pengacau

Salah satu keberhasilan kelompok separatis Sri Lanka, Macan Tamil atau LTTE, beroperasi puluhan tahun adalah kekuatan jaringan di luar negeri. Mereka mampu menjalankan metode pengumpulan dana skala internasional yang rumit.

Dalam artikel yang ditulis Peter Chalk, guru besar Queensland University, dukungan dana itu sebagian besar datang dari enam area utama, yaitu Swiss, Kanada, Australia, Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Skandinavia. Rata-rata pemberi dana, yaitu orang Tamil yang tersebar di negara-negara itu, percaya bahwa perjuangan Macan Tamil untuk memisahkan diri merupakan cara terbaik menyelesaikan konflik etnik di Sri Lanka.

Begitu kuatnya jaringan dan begitu cerdiknya Macan Tamil berkamuflase menggunakan alasan budaya, bantuan kemanusiaan, atau kesehatan, membuat mereka meraup jutaan dollar AS guna membiayai perang mereka. Di AS, misalnya, dana datang terutama dari orang-orang kaya keturunan Tamil yang tinggal di AS. Orang-orang kaya itu akan memberikan 100.000 dollar AS dalam kondisi apa pun.

Di Inggris, seperti terungkap dalam tulisan Dominic Whiteman yang dipublikasikan LankaNewspaper.com, 17 Oktober 2006, pengumpulan dana dilakukan melalui empat metode, yaitu pemerasan, pergelaran acara tahunan, kuil Hindu, dan badan amal. Berdasarkan studi Human Rights Watch, seperti dikutip Whiteman, keluarga dan kalangan pengusaha didekati agar mau membayar sejumlah uang antara 2.000 hingga 100.000 dollar AS.

Macan Tamil telah membuka rekening debet langsung di Natwest Bank, London, atas nama Asosiasi Tamil Inggris. Uang dari orang-orang Tamil itu masuk ke rekening tersebut.

Penolakan untuk membayar uang akan mengakibatkan sanak keluarga di Sri Lanka diculik dan dibunuh, dan orang yang menolak juga akan dibunuh. Itu dialami Subramaniam Sivakumar, pemilik toko grosir di London, yang ditemukan tewas secara misterius, diduga karena tidak membayar dana rutin kepada Macan Tamil.

Human Rights Watch juga mengidentifikasi keterlibatan kuil-kuil Hindu di Inggris yang dikendalikan Macan Tamil. Kuil-kuil itu menjadi sumber pendapatan melimpah untuk membiayai perang Macan Tamil.

Kuil Sivayogam di Tooting, misalnya, pernah mengirimkan satu kontainer bermuatan "bantuan pemulihan tsunami" ke Sri Lanka yang berisi alat-alat dapur yang ternyata diisi barang-barang yang bisa dirakit menjadi bahan peledak. Kuil itu juga mensponsori pembuatan perahu nelayan di Sampoor, tetapi kemudian diubah menjadi kapal untuk skuad bunuh diri Macan Tamil.

Ada sinyalemen kuat bahwa Macan Tamil mengumpulkan dana melalui penjualan obat-obatan terlarang, terutama heroin, dari Asia Tenggara. Efisiensi jaringan penjualan heroin itu juga memungkinkan Macan Tamil menyelundupkan senjata dari Myanmar, Thailand, Kamboja, wilayah selatan China, Afganistan, dan Pakistan.

Berdasarkan laporan Mackenzie Institute, organisasi nirlaba yang berbasis di Toronto, tahun 1995, aktivitas Macan Tamil yang paling menguntungkan berasal dari penyelundupan heroin. Dibandingkan hasil penjualan heroin, dana yang dikumpulkan dari diaspora Tamil tidak ada artinya.

Sulit dibuktikan

Keberhasilan Macan Tamil membangun jaringan global juga tidak lepas dari kurangnya instrumen identifikasi sebuah kelompok sebagai pemberontak di sebuah negara. Negara seperti Norwegia, Swedia, dan Australia tidak memiliki ketentuan dalam undang-undang tentang pelarangan suatu kelompok. Kalaupun ada, Macan Tamil dengan mudah mengelak dengan kedok kelompok sosial dan budaya.

Macan Tamil juga diuntungkan oleh sulitnya membuktikan bahwa dana yang dikumpulkan untuk bantuan kemanusiaan diselewengkan untuk mendukung gerakan separatisme atau aktivitas ilegal lainnya. Negara-negara Barat juga dikatakan "toleran" dan tanpa sadar mendukung Macan Tamil dengan mengizinkan mereka membuka kantor dan mendirikan perwakilan.

Pembedaan isu keamanan domestik, regional, dan internasional oleh negara-negara di dunia membuat Macan Tamil berhasil membiayai perang mereka yang telah menewaskan 60.000 orang selama 24 tahun. Sudah saatnya pembedaan isu keamanan seperti itu dihapuskan guna menghancurkan gerakan kekerasan. (fro)

No comments: