Sunday, June 24, 2007

Abbas Tolak Ajakan Haniya
Hamas Dipojokkan dalam Diplomasi Internasional

Gaza City, Sabtu - Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak tawaran Ismail Haniya untuk mengembalikan status pemerintahan Palestina ke posisi sebelum Jalur Gaza dan Tepi Barat terpecah dua pada Kamis, 14 Juni. Penolakan Abbas itu juga mengandaskan harapan Arab Saudi soal persatuan kembali Palestina.

Diplomasi internasional pun terus menunjukkan sikap yang membuat Palestina makin terpecah dua, dengan keberpihakan yang makin nyata ditujukan ke Abbas dan Haniya sebagai pihak yang terpojok.

Haniya sudah dipecat oleh Abbas sebagai Perdana Menteri (PM) Palestina, tetapi tetap menempatkan diri sebagai PM Palestina, yang diraih Haniya lewat Pemilu 2006 yang memenangkan Hamas secara telak.

Haniya menyampaikan permohonan lewat telepon melalui Presiden Yaman Ali Abullah Saleh. Ini adalah kontak publik pertama Haniya dengan pemimpin asing sejak Hamas mengambil alih Jalur Gaza.

Haniya mengatakan ingin kembali ke posisi seperti sedia kala, yaitu saat Palestina diperintah bersama oleh Hamas dan Fatah, sebagaimana disepakati dalam pertemuan antara Presiden Abbas dan pemimpin Hamas Khaled Meshaal pada pertemuan di Mekkah, Februari 2006. Pertemuan tersebut didukung oleh Yaman dan Arab Saudi.

"Cara keluar dari krisis sekarang adalah lewat dialog antar-Palestina tanpa ada syarat apa pun dan dengan posisi setara, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang, dalam posisi seperti sebuah pemerintahan persatuan dengan sikap saling menghormati kesepakatan Mekkah," demikian pernyataan kantor Haniya.

Pihak Fatah menolak mentah-mentah tawaran dialog tersebut. Ditambahkan, tidak akan ada dialog sebelum Hamas dimintai tanggung jawab soal pengambilalihan Jalur Gaza yang menyebabkan pertempuran hebat yang menewaskan 110 orang di Jalur Gaza.

"Sebelum melakukan dialog, posisi pemerintahan Palestina harus kembali ke posisi yang legal dan mereka yang melakukan serangan terhadap berbagai kantor-kantor di Jalur Gaza harus dimintai pertanggungjawaban," kata Nabil Abu Rudeina, juru bicara Presiden Abbas.

Kudeta Hamas

Dari Cairo, Mesir, diberitakan bahwa para pemimpin Arab akan bertemu, Senin (25/6) di Sharm al-Sheikh, Mesir. Tujuannya adalah memberi dukungan kepada Presiden Abbas dan pemerintahan Palestina di bawah Fatah, yang didukung penuh oleh Barat.

Israel, Jordania, dan Palestina telah setuju hadir dalam pertemuan puncak empat negara dengan Mesir sebagai tuan rumah.

Arab Saudi tidak hadir pada pertemuan yang akan dihadiri para pemimpin Israel, Presiden Abbas, Raja Abdullah II (Jordania), dan Mesir. Namun, Presiden Mesir Hosni Mubarak akan bertemu secara terpisah, Selasa di Sharm al-Sheikh, dengan Raja Abdullah dari Arab Saudi.

"Pertemuan puncak bertujuan mendukung hubungan Israel-Palestina," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Ahmed Abul Gheit. "Pertemuan juga bertujuan melonggarkan berbagai hambatan dalam mobilitas warga Palestina dan menciptakan sebuah iklim untuk memulihkan perdamaian," kata Menlu Mesir.

Presiden Mesir Hosni Mubarak, Sabtu, kembali menegaskan sikap mendukung Presiden Abbas dan mengecam kudeta terhadap legitimasi Palestina, merujuk pada pengambilalihan Jalur Gaza oleh Hamas.

"Kami merasa sedih dengan pertumpahan darah Palestina di tangan Palestina, dalam sebuah pertempuran yang telah melanggar semua garis merah... yang mengakibatkan perpecahan Palestina," kata Mubarak.

Pemerintahan Arab Saudi juga mengecam keras pertempuran yang telah memecah Palestina itu. Perpecahan tersebut, menurut Pemerintah Arab Saudi, telah mewujudkan impian Israel tentang perpecahan di antara pihak Palestina sendiri.

Israel mulai alirkan dana

Pekan depan Israel akan memulai pengucuran dana ke pemerintahan Palestina yang bermukim di Tepi Barat. Israel juga akan melonggarkan sejumlah batasan-batasan yang selama ini dikenakan terhadap mobilitas warga Palestina, khususnya yang tinggal di Tepi Barat.

Israel juga akan memberi kekuatan kepada Presiden Abbas untuk memperkuat pengamanan di Tepi Barat.

Sementara ke Jalur Gaza, Israel akan menghambat berbagai aktivitas, kecuali bantuan kemanusiaan.

Pada hari Sabtu Israel juga telah menciduk seorang tokoh garis keras Hamas yang ada di Tepi Barat. Saleh al-Aruri, salah satu pendiri Brigade Qassam (Hamas), ditangkap di sebuah desa di utara kota Ramallah, Tepi Barat.

Juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan, tindakan Israel tersebut jelas merupakan bukti dari konspirasi Israel-Fatah. (REUTERS/AP/AFP/MON)

No comments: