Saturday, June 9, 2007

Visualisasi Mimpi dan "Sense of Details"
Suryopratomo

Kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Beijing Municipality Planning Exhibition, Kamis (7/6) pagi, tampak biasa-biasa saja. Wapres diperkenalkan mengenai ibu kota Beijing baik masa lalunya maupun masa kini.
Kesan itu menjadi berubah ketika Wakil Presiden (Wapres) beserta rombongan terbatas diminta masuk ke dalam satu ruangan untuk menonton sebuah film pendek. Dalam bioskop kecil yang dilengkapi tempat duduk bergerak, Wapres diajak untuk melihat Beijing masa depan.
Beijing 1 Oktober 2069 atau 120 tahun setelah Republik Rakyat China berdiri mampu divisualkan secara jelas. Penonton diberi gambaran yang lebih nyata mengenai pembangunan yang akan dilakukan Beijing dan seperti apa keadaan ibu kota China itu 62 tahun yang akan datang, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi mampu mereka kuasai.
Sebuah mimpi memang. Namun, mimpi mereka itu tidak hanya diucapkan sehingga menjadi abstrak dan sulit ditangkap dengan jelas oleh nalar, tetapi mimpi yang mampu membawa setiap orang masuk dalam kenyataan yang harus diraih.
Kalau China dalam masa 18 tahun sejak Deng Xiaoping melancarkan pembaruan bisa berkembang maju seperti sekarang, memang menjadi tidak mengherankan. Sebab, baik yang namanya pemimpin maupun para pemikir di negeri ini mampu menerjemahkan mimpi-mimpi mereka dalam bentuk visual sehingga mampu dicerna rakyatnya.
Sungguh sangat mereka sadari bahwa manusia pada hakikatnya selalu berpikir secara visual. Jutaan bahkan miliran pikiran yang bergerak dalam otak manusia direfleksikan secara visual.
Disiplin profesi
Arah masa depan yang lebih jelas ingin dicapai itu membuat semua orang di China menjadi hidup dalam kepastian. Itulah yang kemudian membuat setiap orang menjadi berani dengan pilihan hidupnya.
Kedisiplinan terhadap profesi menjadi sangat terasa. Apa pun pekerjaan yang dilakukan, entah itu menjadi polisi, dosen, pengusaha, atau menjadi birokrat dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan penuh kebanggaan. Penghargaan terhadap orang bukan diukur oleh materi yang dimiliki, tetapi oleh karya yang dihasilkan.
Kebanggaan terhadap profesi itulah yang membuat setiap orang lalu berusaha untuk melakukan yang terbaik di bidangnya. Ketika setiap orang secara bersama-sama melakukan hal itu, tidak usah heran apabila hasilnya menjadi signifikan dan membawa kemajuan. Perbuatan baik yang dilakukan 1,3 miliar orang niscaya akan memberi kemajuan bagi seluruh negeri.
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Komaruddin Hidayat merasakan kedisiplinan masyarakat China dalam menjalankan profesinya.
Kalau kita coba bandingkan dengan apa yang terjadi di Indonesia, Komaruddin menangkap keadaan yang sebaliknya. Di Indonesia orang cenderung untuk "lompat profesi".
"Coba saja lihat ada penyanyi yang baik lalu mencoba pindah menjadi pemain sinetron. Ada dosen yang bukan menekuni bidang ilmunya, tetapi malah ingin menjadi birokrat. Ada pengusaha yang mau menjadi politisi," kata Komaruddin.
Dengan kondisi seperti itu, memang tidak keliru apabila kita menjadi bangsa yang tidak pernah memiliki keahlian khusus. Bahkan, ada semacam joke yang mengatakan, "Bangsa Indonesia mampu melakukan apa saja, kecuali apa yang menjadi tanggung jawabnya." Sebuah satire yang terasa ironis.
Belajar ke China
Tidak salah apabila memang kita diajarkan untuk tidak perlu ragu kalaupun harus belajar ke China. Negeri dengan sejarah panjang 3.000 tahun itu telah melewati pasang surut yang luar biasa. Dari pengalaman sejarahnya itulah kemudian bangsa China berupaya untuk maju.
Salah satu kekuatan yang lain dari mereka adalah kemampuan untuk memahami sesuatu dengan sangat detail. Dengan sense of details, bangsa itu mampu memahami apa pun dengan rinci.
Kunjungan Wapres ke Beijing Municipality Planning Exhibition lagi-lagi menunjukkan kondisi itu. Bagaimana detail kota Beijing seluas 300 kilometer persegi bisa diterjemahkan dalam maket kota yang sesungguhnya di sebuah lantai bagian dari gedung tempat ekshibisi itu.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto kagum terhadap maket kota yang dibuat. Menurut dia, semua ini bisa dilakukan karena adanya kebijakan kota yang sangat jelas.
"Pembangunan kota tidak akan pernah bisa berjalan baik apabila keputusan dari kepala daerah selalu berubah," kata Djoko Kirmanto.
Pembangunan akan berjalan baik apabila ada arah kebijakan yang bersifat jangka panjang. Dan, arah itu bukan hanya sekadar diucapkan, tetapi juga divisualkan sehingga setiap orang bisa mengerti akan arah yang dituju pembangunan jangka panjang itu.

No comments: