WASPADA Online
Joseph Khan menulis dalam International Herald Tribune (9-10 Desember 2006) tentang pendapat sebuah tim elit sejarawan China mengenai alasan-alasan mengapa sembilan bangsa bangkit menjadi kekuasaan-kekuasaan besar. Spanyol mempunyai seorang ratu yang berani mengambil risiko (di abad ke-15). Angkatan laut Inggeris yang gesit memperoleh barang-barang vital di seberang lautan. Amerika Serikat mengatur pasar dan berjuang untuk persatuan nasional (di zaman Presiden Roosevelt dan Presiden Araham Lincoln). Itulah di antara alasan-alasan yang disajikan oleh para sejarawan China kepada Politbiro Partai Komunis Tiongkok yang kini memerintah China. Itulah informasi yang disampaikan kepada publik melalui tayangan film dokumenter terdiri dari 12 bagian di China Central Television.
Partai Komunis Tiongkok punya agenda baru. Ia sedang menggalakkan rakyat mendiskusikan apa yang maknanya menjadi suatu kuasa dunia yang besar (major world power). Dengan cadangan devisa asingnya sebesar satu triliun dolar AS, pengeluaran anggaran militer yang meningkat, inisiatif-inisiatif diplomatik di Asia, Afrika dan Timur Tengah, Beijing telah mulai menancapkan kepentingan-kepentingannya jauh melampaui tapalbatasnya. Para pemimpin partai China sedang bertindak seolah-olah mereka bermaksud mulai melaksanakan lebih banyak kekuasaan di luar negeri ketimbang hanya melindungi kedudukan politik mereka di dalam negeri.
"Suka atau tidak, kebangkitan China telah menjadi sebuah realitas" ujar Jia Qingguo, dekan Beijing University School of International Studies. "Kemana saja para pemimpin China pergi dewasa ini, orang memberikan perhatian. Dan mereka tidak bisa hanya berkata "Saya tidak ingin terlibat". Sampai belum lama berselang China sendiri merupakan penerima bantuan besar dari luarnegeri, tapi tahun 2006 China menjanjikan akan memberikan lebih dari 10 milyar dolar berupa pinjaman dengan sukubunga rendah dan peringanan hutang kepada negeri-negeri Asia, Afrika dan Amerika Latin selama dua tahun berikut. China telah mengundang 48 negeri Afrika ke Beijing bulan November 2006 ke suatu konperensi bertujuan memajukan kerjasama lebih erat dan perdagangan. Beijing setuju mengirim pertama dari jenis aksi demikian ke Timur Tengah.
China berusaha menjadi pemain yang lebih penting di sebuah kawasan di mana Amerika secara tradisional lebih banyak pengaruhnya. Di Dewan Keamanan PBB China membuang kebijakannya yang sudah lama yaitu menentang sanksi-sanksi terhadap negeri-negeri lain. China memberikan suaranya untuk menjatuhkan hukuman pada Korea Utara karena menguji-coba senjata nuklir.
Hingga belum lama berselang pergeseran merupakan hal peka dan tidak dibicarakan di dalam negeri China. Selama nyaris dua dasawarsa Beijing mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Deng Ciaoping yakni "taoguang yanghui", secara harfiah berarti: menyembunyikan ambisi-ambisinya dan menyamarkan kuku-kukunya. Resep tadi pada umumnya diartikan bahwa China perlu memberikan energinya kepada membangun secara ekonomi dan seharusnya tidak berusaha memainkan peran pemimpin di luarnegeri.
Presiden Hu Jintao menimbulkan percekcokan dua tahun yang lalu tatkala dia mulai menggunakan istilah "kebangkitan secara damai" untuk melukiskan tujuan politik luarnegerinya. Dia buang istilah itu dan sebagai gantinya memilih istilah yang lebih jinak kedengarannya yakni "pembangunan secara damai". Kata kebangkitan punya risiko memicu suatu "ancaman China", istimewa di Jepang dan Amerika Serikat. Kebangkitan mengandung arti bahwa yang lain-lain harus merosot, paling tidak dalam makna relatif, sedangkan pembangunan menyarankan sebuah rumusan sama-sama menang di mana kemajuan China mengikutserta yang lain-lain. Namun tradisi kerendahan hati ini telah mulai luntur, diganti oleh kepercayaan yang bertumbuh bahwa kebangkitan China tidak bersifat sebentar dan bahwa China perlu melakukan lebih banyak untuk menjelaskan tujuan-tujuannya.
"China kita, rakyat China, ras China telah menjadi vital kembali dan kembali melangkah ke pentas dunia" kata Qian Chengdan, gurubesar di Universitas Beijing. "Sangatlah penting bagi China sekarang mampu menarik beberapa dari pengalaman orang-orang lain" katanya. Seri film dokumentar yang makan waktu tiga tahun memproduksinya berasal dari sebuah repat studi Politbiro pada tahun 2003. Ia bukan seruan berlebih-lebihan untuk berjuang. Ia menyebutkan China hanya sambil lalu dan tidak pernah secara eksplisit mengutarakan realitas bahwa China sudah menjadi suatu kuasa besar.
Yan Xoelong, spesialis urusan luarnegeri di Tionghoa University Beijing mengatakan dalam sebuah penerbitan ilmiah bahwa China telah menyalip dan melampaui Jepang, Rusia, Inggeris, Perancis, Jerman dan India dalam kekuasaan ekonomi, militer dan politik. Itu berarti China menduduki tempat nomor dua sesudah Amerika. China akan menikmati kedudukan suatu semi superpower di antara Amerika Serikat dan kekuasaan besar lainnya, demikian tulis Joseph Khan. (+++)
No comments:
Post a Comment