Thursday, June 28, 2007

Perubahan Iklim
Bisa Picu Teror dan Konflik
Puluhan Juta Orang Terancam Mengungsi akibat Lahan Rusak


London, Selasa - Perubahan iklim yang terjadi di dunia akan menciptakan persaingan yang ketat dalam memperebutkan sumber kekayaan alam yang terbatas. Jika ini terjadi, akan banyak negara yang jatuh miskin karena terkuras kekayaan alamnya. Bukan hanya itu, perubahan iklim juga dapat memicu konflik dan teror.

Saat berdiskusi di lembaga kajian Chatham House, London, Selasa (26/6), pimpinan militer Inggris Marsekal Udara Sir Jock Stirrup mengingatkan meningkatnya suhu, meluasnya bencana banjir, dan kerusakan lahan yang makin luas diperkirakan akan tetap menerjang wilayah-wilayah yang paling tidak stabil di dunia. Kondisi yang tidak stabil itu diyakini akan memperparah perebutan sumber alam. Seperti yang terjadi di wilayah Darfur, Sudan, yang saat ini bergulat dengan konflik.

"Persoalan seperti di Darfur itu bisa juga terjadi di daerah-daerah yang tidak stabil, rapuh, dan memiliki pemerintahan yang lemah. Analoginya itu seperti menyiram bensin ke api yang sedang membara," kata Stirrup.

Kepadatan penduduk yang terlalu berlebihan, kekacauan tatanan sosial, dan meningkatnya kekerasan, kata Stirrup, adalah contoh yang jelas dan sangat mungkin terjadi sebagai konsekuensi terjadinya perubahan iklim. Tak hanya itu, Al Qaeda juga pernah menggunakan isu lingkungan untuk membenarkan segala aksi terorisme yang mereka lakukan. Ini pernah dengan jelas diungkapkan pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden pada tahun 2002. Osama bin Laden menyerang AS karena AS dianggap telah "merusak alam dengan limbah industri dan gas". Al Qaeda juga mengecam posisi AS yang tetap tidak bersedia menandatangani Protokol Kyoto.

Peringatan mengenai konsekuensi militer terhadap perubahan iklim seperti yang dikatakan Stirrup itu bukan pertama kali muncul. Dalam editorial di harian The Washington Post pada awal bulan ini, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyebutkan, akar persoalan konflik Darfur sebenarnya ada pada krisis lingkungan yang terjadi akibat adanya perubahan iklim di dunia.

Lahan rusak

Kerusakan lahan akibat pemanasan global dapat menyebabkan puluhan juta orang, sebagian besar di wilayah sub-Sahara Afrika dan Asia bagian tengah, kehilangan tempat tinggal.

Studi Jaringan Internasional mengenai Air, Kesehatan, dan Lingkungan di Universitas PBB memaparkan, rakyat yang terpaksa mengungsi karena adanya kerusakan lahan bisa menimbulkan masalah baru pada sumber-sumber alam dan komunitas masyarakat lain yang ada di dekat mereka. Para pengungsi itu juga dapat mengancam ketidakstabilan internasional.

Dalam laporan studi setebal 46 halaman itu disebutkan, persoalan itulah yang akan bisa menimbulkan gejolak sosial yang baru dan lebih parah. Karena itu, studi tersebut mendorong pemerintah mencari solusi untuk menghambat atau memperlambat proses kerusakan lahan atau lahan yang kemudian berubah menjadi gurun, seperti yang terjadi di Sahara hingga Gobi, akibat perubahan iklim dan penggunaan lahan yang berlebihan. Salah satu cara memperbaiki lahan adalah dengan melakukan penanaman kembali hutan-hutan dengan berbagai macam tanaman di lahan-lahan yang kering.

"Kerusakan lahan yang kemudian berubah menjadi gurun itu saat ini menjadi krisis lingkungan global yang memengaruhi hidup lebih dari 100-200 juta orang di berbagai wilayah. Menurunnya produktivitas tanah dan semakin berkurangnya pendukung hidup sehari-hari dari alam akan mengancam stabilitas internasional," sebut studi PBB itu.

Hasil studi PBB itu melibatkan 200 pakar dari 25 negara. Sekitar 50 juta orang dikhawatirkan terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena lahan yang rusak. Wilayah yang terbesar bisa jadi sub-Sahara Afrika, di mana orang berpindah ke Afrika utara atau ke Eropa. Sementara wilayah kedua yang terbesar adalah mantan negara anggota Uni Soviet yang ada di Asia tengah. Disebutkan, sulit mencegah orang berpindah ke daerah lain jika ada masalah kemiskinan dan konflik bersenjata. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

No comments: