Pemimpin Arab dan Israel Ingin Tunjukkan Dukungan kepada Abbas
Sharm El-Sheik, Senin - Pertemuan Arab-Israel yang melibatkan pemimpin Mesir, Jordania, Israel, dan pemerintahan darurat Palestina dari kubu Fatah dimulai pada Senin (25/6) malam di Mesir. Pertemuan yang dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan kepada pemerintahan Abbas itu ditolak Hamas dan oposisi Mesir.
Mesir, Jordania, dan Israel telah menegaskan akan berpihak kepada pemerintahan darurat bentukan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Sebaliknya, mereka menolak pemerintahan koalisi pimpinan Hamas.
Palestina kini terpecah dua menyusul pertempuran berdarah di Gaza pertengahan Juni lalu. Jalur Gaza dipimpin Hamas, sedangkan Tepi Barat dipimpin Fatah. Kedua pihak mengklaim sebagai pemerintahan yang sah di wilayah Palestina.
Pertemuan Arab-Israel yang digagas Mesir itu digelar untuk memperkuat dukungan terhadap pemerintahan darurat bentukan Abbas.
Selain itu, pertemuan tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa Abbas dapat meneruskan proses perdamaian dengan Israel.
"Tujuan pertemuan ini adalah untuk menumbuhkan kembali rasa saling percaya antara Israel dan Palestina," ujar Menlu Mesir Ahmed Aboul Gheit.
Israel sendiri tampaknya tidak terlalu antusias dengan maksud pertemuan itu. Pembantu PM Israel Ehud Olmert mengatakan, Israel belum siap untuk masuk ke negosiasi yang bersifat final," ujarnya.
Israel bahkan masih tampak setengah hati untuk membantu memperkuat posisi Abbas. Sebelum pertemuan, Washington meminta Ehud Olmert mengambil sejumlah langkah konkret untuk membantu Abbas, seperti mengurangi pembatasan akses Palestina ke Lembah Jordan. Washington juga ingin Israel mengakhiri pemblokadean jalan di dekat permukiman utama Palestina termasuk di Hebron, Bethlehem, dan Nablus.
Namun, Senin, pejabat Israel mengatakan, pihaknya tidak akan mencabut pembatasan di Tepi Barat hingga Abbas mengambil langkah tegas untuk mengatasi kelompok pejuang Palestina.
Ditolak
Dari Gaza City, Perdana Menteri Palestina dari kubu Hamas, Ismail Haniya, menolak pertemuan Arab-Israel di Mesir. Dia menegaskan, hanya perlawanan yang akan memberikan hasil bagi rakyat Palestina.
"Amerika tidak akan memberikan apa-apa. Israel tidak akan memberi kita apa-apa. Tanah air kita, bangsa kita, tidak akan kembali ke pangkuan (kita) kecuali dengan perlawanan dan ketabahan," ujar Haniya, Minggu (24/6).
Dia menilai harapan yang hendak dicapai dalam pertemuan tersebut adalah sebuah ilusi dan khayalan belaka.
Pertemuan Arab-Israel juga mendapat kritik keras dari sejumlah surat kabar yang dijalankan Pemerintah Mesir dan kubu oposisi. Mingguan Al-Arabi yang berhaluan kiri membuat berita utama dengan judul pedas Besok Olmert Memimpin Sebuah Aliansi Arab di Sharm el-Sheik terhadap Hamas.
Kubu oposisi menyatakan ketidaksenangan mereka atas sikap Presiden Mesir Hosni Mubarak yang berpihak kepada Fatah. Mereka menilai Fatah tidak berhak mendapatkan dukungan.
"Rezim korup di Mesir harus membela rezim (Fatah) yang lebih korup di tanah pendudukan," tulis Magdi Menha di surat kabar independen Al-Masry Al-Youm, Minggu.
Menha juga ragu pertemuan Arab-Israel akan menghasilkan kemajuan terkait dengan perdamaian antara Palestina dan Israel.
"Mesir memang memiliki kepentingan untuk meneruskan perannya sebagai mediator proses perdamaian meski sebenarnya tidak ada yang disebut perdamaian. Itu adalah permainan AS dan Israel yang bermitra dengan Mesir dan Jordania," tulisnya.
Seorang pengamat mengingatkan bahwa pertemuan Arab-Israel di Sharm el-Sheik menyinyalkan awal dari sebuah tahap yang lebih berbahaya di Timur Tengah. "Pertemuan Sharm el-Sheik tampak sebagai peluncuran dan pernyataan resmi berdirinya sebuah aliansi moderat yang pasti akan memicu dan meningkatkan polarisasi di kawasan. Ini terlepas dari kita suka atau tidak suka," ujar pengamat politik, Hassan Nafaa.
"Ini akan memicu munculnya aliansi kelompok keras. Mereka akan merespons dengan mengambil tindakan ekstra untuk meningkatkan kohesi dan persatuan mereka," kata Nafaa.
Pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahri menyerukan kepada Muslim di seluruh dunia untuk membantu Hamas dengan senjata dan uang. Zawahri juga mengajak kelompok perlawanan di Palestina untuk bersatu dengan Al Qaeda.
Hamas merasa tidak nyaman dengan seruan Al-Zawahri. Juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan, Hamas memiliki program sendiri dan ingin berhubungan baik dengan seluruh negara Arab dan Muslim. (AP/REUTERS/BSW)
No comments:
Post a Comment