Sunday, June 17, 2007

Tragedi Negeri Palestina

Trias Kuncahyono

Perkembangan terakhir di Palestina, sangat memprihatinkan. Perang antarfaksi, kelompok Fatah dan Hamas di Jalur Gaza, berakhir dengan runtuhnya persatuan dan kesatuan Otoritas Palestina.

Palestina terbagi dua secara de facto: Tepi Barat dan Jalur Gaza! Fatah menguasai Tepi Barat dan Hamas berkuasa sepenuhnya atas Jalur Gaza.

Pertanyaan yang buru-buru muncul adalah, apakah ini akan menjadi awal pecahnya Palestina dan menjadi dua negara? Dua negara yang masing-masing berwilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Seandainya hal itu terjadi, sungguh, ini merupakan sebuah bencana bagi perjuangan rakyat dan bangsa Palestina.

Tatkala, bangsa Palestina harus bersama-sama berjuang untuk mewujudkan impian mereka mendirikan Negara Palestina Merdeka di tanah Palestina, mereka harus tersandung oleh perang saudara. Bagaimana mungkin perjuangan mereka akan terwujud kalau di dalam tubuh bangsa Palestina sendiri terjadi perpecahan.

Perbedaan mereka tidak hanya dalam berwacana melainkan juga dalam bertindak. Kelompok Fatah yang merupakan kekuatan utama PLO, bersedia berunding dengan Israel dan mengakui keberadaan Israel. Hamas sama sekali tidak bersedia berunding dengan Israel, apalagi mengakui eksistensinya.

Cerita yang hampir sama pernah terjadi pada Pakistan yang merdeka pada 14 Agustus 1947. Wilayah Pakistan ada dua: Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Di antara kedua wilayah itu ada India. Tetapi, pada tahun 1971, Pakistan Timur memisahkan diri dan menjadi Banglades.

Wilayah Palestina kini terbagi menjadi dua: Tepi Barat (di bagian timur) dan Jalur Gaza (di bagian barat). Di antara kedua wilayah itu ada Israel.

Dua wilayah

Dengan berkuasanya Hamas atas Gaza, sebenarnya menegaskan bahwa bukan kali ini saja dua wilayah Palestina diperintah oleh dua rezim politik yang berbeda. Hasil perang 1947 dan 1949, memisahkan keduanya. Tepi Barat direbut Yordania dan Jalur Gaza dikuasai Mesir.

Lewat Resolusi 181, 29 November 1947, Majelis Umum PBB turun tangan untuk mengatasi perang Arab-Israel. Resolusi itu berisi tentang pembagian wilayah Palestina. Wilayah Palestina dibagi menjadi dua: wilayah Arab dan Yahudi. Wilayah Arab-Tepi Barat dan Jalur Gaza—tidak merupakan wilayah yang menyatu, tetapi dipisahkan oleh wilayah Yahudi.

Akan tetapi, kedua wilayah itu tidak terpisahkan dengan dunia Arab. Tepi Barat, tetap nyambung dengan Yordania. Lewat Yordania, Tepi Barat memperoleh akses ke pelabuhan Aqaba dan dunia luar. Jalur Gaza nyambung dengan Mesir, dan memiliki akses ke Laut Tengah dan dunia luar. Perang 1967, kedua wilayah itu direbut Israel.

Di bawah perjanjian perdamaian Israel-Palestina, kedua wilayah itu diakui sebagai satu entitas ekonomi dan politik. Dan, Israel menyatakan kesediaannya untuk membangun jalur transportasi yang menghubungkan kedua wilayah itu. Tahun 2005, Israel keluar dari Jalur Gaza, setelah sebelumnya menyerahkan sebagian wilayah Tepi Barat kepada Palestina.

Dua wilayah itu memiliki karakteristik yang berbeda. Selama bertahun-tahun, ada jurang sosioekonomik antara keduanya. Tepi Barat adalah wilayah pedalaman tetapi memiliki sumber alam yang lebih banyak, lebih banyak daerah subur yang bisa digunakan untuk lahan pertanian, terutama di Lembah Yordan. Wilayah Jalur Gaza lebih terbuka, menghadap ke Laut Tengah, berpasir, dan daerah subur tak luas.

Kondisi seperti itu, menurut Samir Barghouti, ekonom yang memimpin Arab Center for Agricultural Development di Ramallah, membuat kelas menengah di Tepi Barat lebih banyak dibanding di Gaza, dan penghasilan mereka 30 persen lebih tinggi (The Christian Monitor Science, 14/6).

Samir Barghouti menambahkan, matangnya kelas menengah di Tepi Barat membuat mereka kurang mau menerima pengaruh fundamentalis agama. Di Gaza, kelas menengah sangat lemah, dan pengaruh kemiskinan telah mendorong mereka menempuh jalan radikal dalam menyelesaikan masalah.

Kekalahan perjuangan

Secara politis mereka berbeda. Fatah adalah gerakan perjuangan yang bergerak atas dasar prinsip-prinsip nasionalis sekular. Dengan bersedianya untuk berunding dengan Israel, 1993, itu menunjukkan bahwa mereka mengarah pada penyelesaian konflik dengan menerima solusi dua negara: Israel dan Palestina. Sementara itu, Hamas, Gerakan Perlawanan Islam, tetap kukuh dan teguh pada sikapnya menentang perjanjian perdamaian dengan Israel serta menolak eksistensi Israel. Hamas lahir, antara lain sebagai jawaban atas lembeknya perjuangan Palestina menghadapi Israel.

Hasil pemilu parlemen 25 Januari 2006 mempertegas perbedaan mereka: kekuasaan atas Palestina dibagi dua! Mahmoud Abbas (Fatah) sebagai Presiden Otoritas Palestina, dan Hamas dengan tokohnya Ismail Haniya yang menguasai parlemen dan kabinet. Abbas memperkuat dirinya dengan mengontrol perbatasan, media, dan pasukan keamanan. Situasi bertambah buruk bagi Hamas, karena birokrasi Otoritas Palestina yang berjumlah 60.000 orang, termasuk pasukan keamanan, didominasi para anggota Fatah.

Sanksi internasional yakni tidak memberi bantuan keuangan kepada rezim Hamas yang berkuasa, membuat pemerintah pimpinan Haniya tak berdaya. Tidak ada jalan lain bagi mereka untuk mengembangkan dan meneruskan sikap tegas kepada Israel dan juga Fatah.

Perbedaan dan konflik antara Hamas dan Fatah diusahakan untuk diselesaikan lewat perjanjian Mekkah. Namun, hasil kesepakatan itu tidak bertahan lama. Bahkan, di kalangan Hamas sendiri berbeda pendapat dalam menyikapi hasil perjanjian itu.

Kalangan politisi Hamas berkeinginan kerja sama dengan Fatah dan Abbas untuk melanjutkan perundingan perdamaian dengan Israel, tetapi kelompok bersenjata Hamas tidak bisa menerimanya. Pengaruh kelompok bersenjata lebih kuat, dan akhirnya pecah bentrokan bersenjata antara Hamas dan Fatah yang dianggap sebagai kolaborator Israel dan AS.

Kini, semuanya telah berubah total. Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah dua paru-paru Palestina. Tetapi, dengan dikuasainya Gaza oleh Hamas, ini berarti Palestina telah kehilangan salah satu paru-parunya. Dan dengan munculnya dua entitas terpisah di Palestina, ini akan sangat menyulitkan proses perdamaian. Andaikata, Fatah (Abbas, dengan Otortias Palestina-nya) mau berdamai dengan Israel, tidak demikian dengan Hamas. Artinya konflik masih akan terjadi.

Lahirnya dua entitas dengan dua rezim penguasa itu, telah pula menghancurkan 40 tahun perjuangan bangsa Palestina dan merontokkan impian mereka untuk mendirikan Negara Kesatuan Palestina Merdeka. Inilah kekalahan perjuangan mereka.

No comments: