Tuesday, June 19, 2007

Palestina
Bayangan Kelaparan Sudah di Depan Mata

Akhir dari sebuah perang tidak melulu berkisah tentang kemenangan dan kekalahan. Sering kali yang mendominasi adalah kisah mengenai penderitaan yang panjang. Inilah yang tampaknya terjadi di Jalur Gaza.

Pascakemenangan Hamas di Jalur Gaza, Israel menutup seluruh akses yang menghubungkan Gaza dengan dunia luar. Penutupan tidak hanya dilakukan di pintu perbatasan Erez yang menjadi jalur keluar masuk Gaza-Israel, tetapi juga dilakukan di Rafah, perbatasan Mesir-Israel.

Israel juga mengerahkan pasukannya ke utara Gaza. Pemerintah Israel mengatakan, keputusan ini diambil sebagai langkah pencegahan. Namun, orang tahu bahwa ini juga berarti pasukan Israel siap menyerang wilayah pendudukan itu.

Di selatan Gaza, Mesir memperkuat pengamanan di pintu perbatasan. Pemerintah Mesir menerjunkan polisi yang dilengkapi kendaraan lapis baja dan kendaraan meriam air. Hal itu dilakukan untuk mencegah masuknya pengungsi dari Gaza yang terus mengalir sejak Hamas menguasai Gaza secara penuh.

Polisi Mesir juga lebih rajin menyisir terowongan untuk mencegah masuknya penyusup. Tidak dijelaskan siapa yang mereka anggap sebagai penyusup.

Dengan ditutupnya jalur keluar-masuk Gaza, praktis pasokan makanan dan bahan bakar tidak ada lagi. Tidak berhenti sampai di sini. Pemerintah Israel juga menghentikan pasokan bahan bakar ke Gaza. Meski demikian, pasukan bahan bakar untuk generator listrik akan dilakukan meski hanya sementara.

"Kami masih menyediakan bahan bakar untuk pembangkit listrik Gaza, tetapi tidak untuk pompa bensin," kata juru bicara untuk Dor Alon, salah satu perusahaan terbesar Israel dan pemasok utama bahan bakar ke Gaza.

Menteri infrastruktur Israel Benyamin Ben-Eliezer yang mengontrol pasokan bahan bakar Israel memperkirakan persediaan bahan bakar di Gaza hanya cukup untuk dua minggu lagi. Lewat dari dua minggu, kemungkinan tidak ada kendaraan di Gaza yang bisa digunakan.

Pihak Israel menegaskan, pihaknya akan terus meningkatkan isolasi di Gaza. Tujuannya tentu saja untuk menekan Hamas.

"Saya ingin menghentikan semua (pasokan ke Israel) sampai kami mengerti apa yang terjadi di sana," ujar Ben-Eliezer.

Juru bicara Presiden Mahmoud Abbas dari kubu Fatah, Saeb Erekat, mengatakan, ia meminta Israel tetap memasok bahan bakar dan bahan makanan ke Gaza yang dihuni 1,5 juta penduduk. Sebagian dari mereka adalah pengungsi yang sangat bergantung pada bantuan dari luar.

"Saya telah bicara kepada Israel mengenai permintaan Presiden Abbas agar tetap mengalirkan makanan, obat-obatan, bahan bakar, listrik, dan air ke Gaza," ujarnya.

Panik

Pesisir sempit yang berhadapan dengan Laut Tengah itu kini praktis terisolasi dari dunia luar. Makanan dan bahan bakar semakin langka. Warga Gaza yang selama ini menggantungkan kehidupan sehari-hari dari luar terancam kelaparan, hidup tanpa aliran listrik, air bersih, dan perawatan medis.

Bayang-bayang kelaparan membuat warga Gaza amat khawatir. Hari Minggu (17/6), warga menyerbu supermarket dan toko roti. Mereka membeli apa saja yang ada untuk dibawa pulang ke rumah.

"Orang terus berdatangan, membeli apa saja untuk disimpan di rumah mereka," kata Samir Nasser, pemilik supermarket mini di bagian barat Gaza City.

"Untuk saat ini, kami masih punya bahan bakar, tetapi kami tidak tahu apakah bahan bakar akan habis," timpal Mahmud yang bekerja di sebuah pom bensin di Gaza City.

Dia menambahkan, warga Gaza khawatir, jika Israel memperpanjang penutupan perbatasan, persediaan bahan bakar di Gaza akan habis.

Penguasa Hamas berupaya menenangkan warga yang panik dengan mengatakan bahwa Israel tak akan menutup perbatasan untuk jangka waktu lama. "Sangat berbahaya jika mereka melakukan itu dan kami tidak akan tinggal diam," kata juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri.

Mengungsi

Ketika sebagian warga Gaza berebut makanan, sekitar 500 warga Palestina mencari jalan keluar untuk lari dari Gaza. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, anak-anak, dan orang tua. Mereka berkumpul di perbatasan Erez untuk menunggu pintu perbatasan dibuka.

Tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu, duduk di atas koper-koper pakaian mereka, tanpa makanan atau air.

Sewaktu salah satu dari mereka berdiri terlalu dekat ke wilayah Israel, seorang tentara Israel memperingatkan mereka dengan pengeras suara, "Menjauh!"

Juru bicara militer Israel mengatakan, ratusan warga Palestina telah mendekat ke tembok perbatasan. "Mereka dipaksa balik kembali oleh tembakan senjata Israel ke udara. Israel tidak punya kepentingan untuk mengizinkan mereka lewat. Hanya mereka yang memiliki status VIP yang bisa masuk," kata juru bicara itu.

Masa depan rakyat Palestina memang suram.

(AFP/REUTERS/BSW)

No comments: