Tuesday, June 19, 2007

Delapan "Negara Gagal" Ada di Afrika

Washington, Senin - Delapan dari 10 negara gagal tahun ini berada di Benua Afrika. Negara-negara itu dinyatakan gagal karena rentan terhadap konflik internal dan kondisi negara yang semakin memburuk.

Berdasarkan indeks negara gagal tahunan ketiga yang dikeluarkan Senin (18/6), Sudan dinyatakan negara dengan risiko terbesar sebagai negara gagal. Para analis untuk majalah Foreign Policy dan lembaga Fund for Peace mengatakan, kekerasan di Darfur merupakan penyebab utama kegagalan Sudan.

Dua negara lain, Afrika Tengah dan Chad, juga disebut negara gagal karena kekerasan dalam konflik antarperbatasan. Lima negara lain yang dinyatakan paling rentan adalah Somalia, Zimbabwe, Pantai Gading, Kongo, dan Guinea.

Dua negara non-Afrika yang masuk dalam daftar 10 negara gagal adalah Irak, dengan skor terendah setelah Sudan, dan Afganistan, yang menempati urutan kedelapan.

Negara Afrika lain, Liberia, dipuji sebagai negara yang paling berkembang. Hal itu disebabkan pemilu 2005 telah membawa stabilitas setelah perang sipil lebih dari satu dekade.

China, berkat pertumbuhan ekonomi yang pesat, bisa keluar dari daftar 60 negara terburuk. Begitu juga Rusia, dengan meredanya kekerasan di Chechnya, bisa keluar dari predikat tersebut.

Adapun Lebanon mengalami kemerosotan paling banyak, menjadi urutan ke-28 negara terburuk, akibat serangan Israel yang menghancurkan negara itu.

Survei tersebut didasarkan pada 12 indikator sosial, ekonomi, politik, dan militer. Pauline H Baker, Presiden Fund for Peace, mengatakan, sebanyak 12.000 sumber digunakan untuk menyusun ranking.

Dalam sebuah wawancara, Baker mengatakan, bantuan asing tetap diperlukan walaupun penggunaannya tidak akan mencegah kegagalan. "Anda tidak bisa memalingkan muka dari kehancuran massal, yang sering menyertai negara gagal," katanya.

Laporan itu menyebutkan, masuknya negara-negara itu ke dalam kategori negara gagal menunjukkan bahwa miliaran dollar bantuan pembangunan dan keamanan sia-sia tanpa pemerintahan yang berfungsi dengan baik, pemimpin terpercaya, dan rencana realistis menuju pemeliharaan perdamaian dan pembangunan ekonomi.

Laporan itu juga menyebutkan, orang kuat yang lama memerintah di suatu negara juga menyebabkan negara itu hancur. Itu terbukti pada Chad, Sudan, dan Zimbabwe, yang pemimpinnya sudah memerintah lebih dari 15 tahun.

Di sisi lain, kepemimpinan yang efektif bisa menarik negara dari tepi jurang kegagalan. Laporan itu menyebut Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Indonesia pertama yang terpilih melalui pemilu langsung, sebagai pemimpin yang berhasil membawa Indonesia menuju stabilitas.

"Negara lemah tidak hanya berbahaya bagi dirinya, tetapi juga mengancam stabilitas seluruh dunia," kata Baker. (ap/fro)

No comments: