Thursday, June 21, 2007

palestina
Di Balik Lumpuhnya Fatah

Cairo, Kompas - Lumpuhnya kekuatan Fatah dengan begitu cepat oleh serangan Hamas di Jalur Gaza disebabkan sebagian besar dari perwira dan pasukan Fatah serta aparat keamanan yang loyal kepada Presiden Mahmoud Abbas lebih berorientasi pada mencari keuntungan pribadi daripada semangat dan doktrin perjuangan menghadapi pendudukan Israel.

Pengamat strategi Mesir, Mayjen (purn) Talaat Musallam, menjelaskan hal itu kepada Kompas, Selasa (19/6) di Cairo, Mesir.

Fatah memiliki pasukan cukup signifikan di Jalur Gaza yang terdiri atas aparat keamanan dengan jumlah 30.000 personel dan milisi Brigade Al Aqsa. Lumpuhnya kekuatan Fatah dalam waktu singkat itu, hanya antara 2 dan 3 hari, oleh gempuran Hamas mengejutkan banyak pihak, termasuk Presiden Abbas sendiri.

Menurut Musallam, keuntungan pribadi itu berupa promosi jabatan, akses politik dan ekonomi yang mereka nikmati selama lebih dari 10 tahun sejak kesepakatan Oslo ditandatangani tahun 1993.

Budaya mencari muka ke atasan agar cepat mendapatkan jabatan, kata Mussalam, sudah menggejala di kalangan perwira keamanan Palestina loyalis Presiden Abbas. Selain itu, kenikmatan ekonomi dari hasil bantuan Barat yang diperoleh kalangan perwira membuat mereka menjadi kaya.

Tidak sedikit dari kalangan perwira Palestina yang memiliki apartemen mewah di Cairo, Amman, dan Dubai. "Sudah wajar kalau pasukan Fatah dan aparat keamanan loyalis Presiden Abbas tampak loyo menghadapi semangat dan militansi pasukan Hamas yang memang hidup sehari-harinya menghadapi Israel dan tidak pernah menikmati fasilitas seperti pasukan Fatah," katanya.

Mantan perwira tinggi Mesir itu lebih jauh menjelaskan, unsur penting dalam bertempur adalah masalah psikologis dan doktrin. Fatah dan milisi serta aparat keamanannya dalam hal ini tampak kedodoran. "Fatah seperti kehilangan arah karena mungkin para pimpinan dan komandannya sudah lari duluan ke Tepi Barat," kata Musallam.

Sebaliknya, lanjut Musallam, pasukan loyalis Hamas yang terdiri atas kekuatan eksekutif dan milisi Izzeddine al-Qassam tampak lebih siap, lebih disiplin, mampu mengontrol serta kelihatan lebih profesional. Menurut dia, jumlah pasukan Hamas bisa jadi lebih kecil daripada pasukan Fatah dan aparat keamanan di Jalur Gaza, tetapi Hamas unggul dalam doktrin dan psikologis.

Dijelaskan pula, Hamas sudah punya perencanaan yang matang untuk menguasai Jalur Gaza, dan Hamas juga sukses melaksanakan perencanaan tersebut dalam waktu cepat, baik dalam taktik, sistem komando, dan kerapian organisasi.

Tentang keputusan Presiden Abbas menarik legalitas kekuatan milisi Izzeddine al-Qassam, hal itu secara hukum dinilai sangat merugikan dan bisa mengakhiri perlawanan terhadap Israel. "Jelas itu merugikan perjuangan rakyat Palestina dan hendaknya semua pihak di Palestina mengevaluasi diri dan kalau bisa melakukan rekonsiliasi," katanya sambil menambahkan bahwa milisi Al-Qassam merupakan ujung tombak perlawanan dan paling diperhitungkan Israel.

Tentang perimbangan kekuatan Hamas dan Fatah di Tepi Barat, Musallam mengatakan, Fatah sementara ini tentu lebih unggul dari Hamas karena Fatah menguasai birokrasi, aparat keamanan, milisi perlawanan dan kalangan kelas menengah. Lebih dari itu, lanjut dia, Israel juga masih menduduki kota-kota di Tepi Barat.

"Jika ada gejala meletus konflik terbuka Fatah-Hamas di Tepi Barat, Israel tentu akan mudah membantu Fatah. Gerak Hamas di Tepi Barat bisa terjepit karena harus menghadapi Israel dan Fatah sekaligus," kata Musallam.

Tentang masa depan Hamas, menurut Musallam, sangat mencemaskan karena masyarakat internasional, khususnya AS dan Israel, akan berusaha melemahkan Hamas di Jalur Gaza serta mencegah Hamas berkembang dan menjadi kuat di Tepi Barat.

Ia memprediksi, bantuan masyarakat internasional atas Fatah akan mengalir deras yang membuat semakin kuat dan sebaliknya Hamas bisa kedodoran. (MTH)

No comments: