Monday, June 4, 2007

Mantan Presiden Liberia Mulai Disidang

Monrovia, Minggu - Mantan Presiden Liberia, Charles Taylor, akan mulai disidangkan Senin (4/6) ini di Den Haag, Belanda, dengan tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, dan terorisme dalam perang saudara Sierra Leone. Ia juga dituduh mendukung pemberontak di Sierra Leone, tetangga Liberia.

Sierra Leone merasa lega. Warga Liberia juga mengharapkan pengadilan akan membuka jalan bagi keadilan atas kekejaman yang dilakukan Taylor di negerinya.

Pengadilan itu dilaksanakan oleh Pengadilan Khusus mengenai Sierra Leone yang didukung oleh PBB dan diadakan di Den Haag karena kekhawatiran akan menimbulkan kerusuhan di Afrika Barat.

Taylor, yang pernah menjadi salah satu orang kuat Afrika yang paling ditakuti, menghadapi 11 dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk merekrut serdadu anak-anak dalam konflik 1991- 2002 itu. Mantan presiden berusia 59 tahun itu telah menyatakan diri tidak bersalah atas semua tuduhan itu.

Sidang diperkirakan berlangsung selama 18 bulan. Dalam dakwaannya, pihak penuntut menyebutkan, Taylor berusaha menguasai kekayaan tambang Sierra Leone, terutama intan, dan mendestabilisasi Pemerintah Freetown, untuk meningkatkan pengaruhnya di seluruh Afrika Barat.

Sierra Leone merasa lega bahwa sidang Taylor itu akhirnya dimulai, hampir empat tahun setelah dia dikenai dakwaan. "Ini telah makan waktu begitu lama sehingga ingatan kita mulai memudar," kata Ansumana Turay, korban perang yang kedua tangannya dipotong dalam perang saudara 10 tahun di negara kecil di Afrika Barat itu.

"Bagus bahwa sidang akan dimulai segera dan itu akan membawa kelegaan, baik pada para korban maupun pada mereka yang kehilangan kerabatnya," kata seorang pejabat di Kementerian Penerangan Sierra Leone. Taylor dipandang sebagai salah seorang aktor utama perang dan harus diadili.

400.000 orang tewas

Taylor adalah presiden pertama di Afrika yang menghadapi sebuah mahkamah internasional atas kejahatan perang. Ia didakwa menyebabkan salah satu kekerasan terburuk pada warga sipil, yang pernah dilakukan di benua itu.

Taylor dianggap sebagai tokoh paling kuat di belakang serangkaian perang sipil di Liberia dan negara tetangganya Sierra Leone antara tahun 1989 dan 2003 yang menyebabkan sekitar 400.000 orang tewas, termasuk 120.000 orang di Sierra Leone.

Perang 10 tahun di Sierra Leone dipandang sebagai salah satu yang paling mengerikan dalam sejarah modern. PBB mengatakan, sekitar 7.000 orang di Sierra Leone didukung satu atau lebih badan, yang justru saling berperang.

Persidangan itu dipindahkan ke Den Haag di tengah kekhawatiran bahwa bisa menimbulkan kerusuhan kembali di kawasan itu di mana Taylor masih mempunyai banyak pendukung.

Mahkamah itu mengenakan 17 dakwaan kejahatan perang pada Taylor pada bulan Maret 2003, tetapi meringkasnya menjadi 11 dakwaan agar persidangan lebih terfokus.

Penuntut Stephen Rapp telah mengatakan, dia mengharapkan sidang Taylor ini akan selesai dalam 18 bulan.

Inggris telah mengatakan akan memenjarakan Taylor, yang menghadapi ancaman hukuman berat kalau dia dinyatakan terbukti bersalah.

"Walau dia tidak diadili atas apa yang terjadi di sini (Liberia), kami akan tahu apakah kami para korban di Liberia punya harapan untuk mendapatkan pembalasan," kata Alphonso Walker, pengemudi taksi di Monrovia.

Walau banyak warga Liberia mengatakan lega melihat Taylor diadili, banyak juga yang mengatakan mereka hanya ingin melangkah maju, melupakan masa lalu.

Para pendukung Taylor mendirikan papan-papan iklan di ibu kota Monrovia yang memperlihatkan mantan presiden itu melambaikan tangan dengan penuh kemenangan di sebelah tulisan, "Kalau Tuhan merestui, saya akan kembali." (AP/AFP/Reuters/DI)

No comments: