Thursday, June 14, 2007

Lebanon
Kelompok Fatah al-Islam, Masalah Regional Timteng

Cairo, Kompas - Masalah kelompok Fatah al-Islam yang menjadikan Nahr al-Bared, kamp pengungsi Palestina di Lebanon, sebagai pangkalannya adalah persoalan regional yang rumit. Ada negara dan organisasi yang berada di belakang Fatah al-Islam. Karena itu, pemecahannya harus melalui dialog, bukan dengan kekuatan senjata.

Demikian benang merah pendapat tokoh-tokoh Palestina di Cairo, Mesir, Senin (11/6). Mereka menyampaikan pandangan terhadap kasus Fatah al-Islam di Lebanon utara yang tak kunjung berakhir itu.

Tokoh-tokoh Palestina itu adalah Muhammad Dahlan (Penasihat Dewan Keamanan Nasional Palestina yang berasal dari faksi Fatah), Nayef Hawatmeh (Sekjen Front Demokrasi untuk Pembebasan Palestina/DFLP), Khaled Bath (salah seorang pemimpin Jihad Islami), dan Rabah Muhanna (anggota biro politik Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina/PFLP).

Menurut Nayef Hawatmeh, Fatah al-Islam bukan gerakan Palestina murni karena 95 persen anggotanya bukan warga Palestina, tetapi dari berbagai negara Arab. "Di antara mereka ada warga negara Arab Saudi, Yaman, Suriah, Mesir, Irak, Aljazair, Maroko, dan Pakistan. Mereka pernah berperang di Afganistan, Irak, dan Kosovo," ungkap Sekjen DFLP itu.

Nayef menegaskan, solusi Fatah al-Islam adalah harus berupa terciptanya kesepakatan antara Palestina dan Lebanon untuk mengeluarkan mereka dari kamp pengungsi Nahr al-Bared. Kelompok Fatah al-Islam harus diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan hukuman yang adil.

Ia menambahkan, kamp pengungsi Palestina itu bukan untuk dijadikan pangkalan kelompok salafi dan ekstremis.

Digerakkan kelompok Arab

Muhammad Dahlan mengatakan, Fatah al-Islam bukan gerakan Palestina murni, tetapi digerakkan oleh sekelompok warga Arab yang punya pengalaman berperang di berbagai tempat, seperti Irak dan Afganistan.

"Mereka hanya menjadikan pangkalannya di kamp pengungsi Palestina. Mereka adalah sekelompok mafia yang hanya menyebabkan jatuhnya korban dari pihak Palestina dan lebih merepotkan Pemerintah Lebanon," ujarnya.

Ia menegaskan, otoritas Palestina secara resmi tak terlibat dalam kasus kamp pengungsi Nahr al-Bared. Sikap otoritas Palestina adalah jelas, yaitu mendukung langkah Pemerintah Lebanon dalam upaya menegakkan hukum dan ketertiban di negara itu.

Ia mengatakan pula, apa yang terjadi di kamp pengungsi Nahr al-Bared di Lebanon utara itu adalah sangat bersifat regional. "Saya tidak bisa tunjuk hidung dengan menuduh pihak tertentu berada di belakang Fatah al-Islam. Namun, yang jelas di belakang Fatah al-Islam adalah kekuatan negara dan organisasi tertentu. Ada kelompok yang membina dan menyuplai dana kepada mereka," kata penasihat Dewan Keamanan Nasional Palestina itu yang juga anggota parlemen dari faksi Fatah.

Ia menolak kalau kasus Fatah al-Islam di Nahr al-Bared dikaitkan dengan isu upaya penempatan pengungsi Palestina secara permanen di Lebanon. Ia menegaskan, keberadaan pengungsi Palestina di Lebanon adalah sementara, seperti halnya pengungsi Palestina di Suriah, Jordania, dan Mesir.

"Jika kelak berdiri negara Palestina, mereka akan diminta pulang ke Palestina," tegas Dahlan.

AS pasok senjata

Khaled Bath secara khusus menuduh AS lebih memperkeruh kasus Fatah al-Islam dengan menyuplai senjata dan amunisi kepada militer Lebanon. "Yang terjadi di Lebanon sekarang adalah bagian dari skenario AS dengan teori menciptakan anarkisme kreatif yang dikumandangkan Menlu AS Condoleezza Rice," ujarnya.

Bath menegaskan, Jihad Islami Palestina menolak penggunaan kekuatan militer di Nahr al-Bared. Ia mengungkapkan pula, Presiden Mahmoud Abbas sudah mengontak Perdana Menteri Lebanon Fouad Siniora dan Presiden Emile Lahoud untuk meminta agar solusi kamp pengungsi Nahr al-Bared dilakukan dengan dialog, bukan dengan tank dan kekuatan senjata.

Menurut Bath, ada upaya membesar-besarkan masalah Fatah al-Islam dan ada pihak di belakang militer Lebanon yang punya niat melemahkan dan menghancurkan citra Palestina.

Sementara itu, Rabah Muhanna menyatakan menolak gempuran militer Lebanon terus-menerus atas kamp pengungsi Nahr al-Bared. Menurut Muhanna, persoalan Nahr al-Bared memang menjadi rumit karena melibatkan banyak pihak di belakangnya.

"Palestina sendiri terpecah melihat masalah Nahr al-Bared. Bahkan, ada kekuatan tertentu Palestina yang berkolaborasi dengan Fatah al-Islam. Persoalannya adalah lebih politis daripada ideologis," kata Muhanna.

Ia mengakui, apa yang terjadi di Jalur Gaza dan Nahr al-Bared memperburuk potret Palestina.

Sementara itu, hingga minggu keempat, tentara Lebanon terus menggempur kamp pengungsi Palestina secara membabi buta. Terjangan peluru terus menghajar pintu masuk kamp dari sebelah utara dan timur Nahr al-Bared.

Sejak 20 Mei lalu, tentara Lebanon terus mengepung kelompok Fatah al-Islam. Namun, belum ada tanda-tanda akan berakhirnya pertempuran. (MTH)

No comments: