Friday, June 29, 2007

Lebanon
Pemerintah "Kuasai" Kamp Palestina

Cairo, Kompas - Militer Lebanon berhasil melumpuhkan kekuatan utama Fatah al-Islam. Sekarang hanya ada sisa-sisa kekuatan kelompok tersebut di kamp pengungsi Nahr al-Bared. Menteri Pertahanan Lebanon Elias al-Murr berani mengumumkan perang melawan Fatah al-Islam telah selesai.

Ketua Partai Kongres Rakyat Lebanon Kamel Shatila mengungkapkan hal itu, Rabu (27/6) di Cairo, Mesir. "Nasib Shaker al-Abssi, Ketua Fatah al-Islam, masih belum jelas. Ada yang mengatakan dia sudah lari. Ada yang bilang dia sudah tewas, tetapi ada juga yang mengatakan dia masih bertahan di Nahr al-Bared," ujarnya.

Namun, Shatila mengatakan, tidak tertutup kemungkinan ada kelompok atau unsur radikal lain yang masuk ke Lebanon. Ia mengatakan terkejut atas terjadinya kontak senjata terbatas antara militer dan kelompok bersenjata beberapa hari lalu, karena sebagian besar penduduk Tripolis adalah Muslim moderat.

Tentang identitas Fatah al-Islam, Shatila mengatakan, berbagai pihak punya pandangan yang berbeda. "AS dan Barat mengatakan, Fatah al-Islam adalah bagian dari jaringan Tanzim Al Qaeda. Pemerintah Lebanon menyebut Fatah al-Islam adalah antek- antek Suriah," ujarnya.

Ia berdalih, berbagai gelombang kekerasan cenderung meningkat di Lebanon karena wilayah Lebanon adalah sangat terbuka bagi aktivitas intelijen asing sejak pengaruh Barat kian kuat lewat turunnya Resolusi PBB Nomor 1559 tahun 2004, soal pengadilan internasional atas kematian almarhum mantan PM Rafik Hariri. Tertuduhnya adalah Pemerintah Suriah.

Mata-mata merebak

Hampir semua jaringan intelijen dunia melakukan aktivitas di Lebanon. Sangat sulit mendeteksi dari mana datangnya kelompok dan dana pendukung aksi kekerasan tersebut. Ia mencontohkan, serangan terhadap pasukan UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) menewaskan sejumlah pasukan Spanyol. Ini adalah tindakan untuk mengacau keadaan.

Menurut Shatila, Spanyol cukup dekat dengan bangsa Arab. Spanyol telah menarik pasukan dari Irak dan mendirikan forum dialog Islam-Kristen. "Rakyat Lebanon menaruh simpati kepada pasukan Spanyol yang tergabung dalam UNIFIL. Siapa yang berbuat, tentu sulit menunjuk hidung karena wilayah Lebanon terbuka," kata Shatila.

Ia memberi contoh lagi, Fatah al-Islam tiba-tiba bentrok senjata dengan kelompok Palestina lain yang menamakan diri Fatah Abu Ammar. Menurut dia, faksi Fatah, DFLP (Front Demokrasi untuk Pembebasan Palestina), dan PFLP (Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina) mengambil keputusan melindungi pengungsi di kamp lama, serta melarang Fatah al-Islam masuk ke kamp lama itu sehingga warga sipil tidak menjadi korban.

Namun, masih ada unsur Fatah al-Islam yang mencoba masuk ke kamp lama sehingga terjadi kontak senjata dengan pihak Palestina lain. Tentang kemungkinan meletus perang saudara, Shatila menegaskan, tidak ada faktor di Lebanon yang akan menyeret pada perang saudara seperti yang terjadi di Irak sekarang.

AS turut mengacau

Menurut Shatila, memang ada upaya untuk menggiring Lebanon ke arah perang saudara lagi yang berwarna sektarian, seperti perang Syiah-Sunni atau perang agama seperti Islam-Kristen. Namun, upaya itu gagal.

"Perpecahan di Lebanon sekarang adalah politik, di mana masing-masing kubu terdapat Sunni, Syiah, dan Kristen. Maka, perang saudara total belum ada tanda- tanda. Namun kalau sekadar kasus kecil atas spontanitas mungkin terjadi," lanjutnya.

Faktor lain yang menyebabkan sulit meledak perang saudara, tambah Shatila, adalah militer Lebanon sekarang cukup kuat. Ia mengatakan, seandainya Lebanon punya militer kuat pada tahun 1975, maka tidak akan meletus perang saudara pada saat itu. Selain kuat, lanjutnya, militer mendapat dukungan kuat dari semua etnis dan mazhab agama.

Ketua Partai Kongres Rakyat Lebanon itu menyebut ada empat ancaman negara. Pertama, campur tangan Barat, khususnya AS, merupakan problem sejak 2004 hingga sekarang. Kedua, upaya Israel memecah belah Lebanon setelah gagal mendudukinya. Ketiga, ada pihak di pemerintahan Lebanon yang ingin menjauhkan Lebanon dari Arab dan dekat dengan Barat. Keempat, bahaya radikalisme seperti yang terjadi pada Fatah al-Islam.

"Saya sudah memberi peringatan bahwa campur tangan asing akan mendapatkan reaksi dalam bentuk radikalisme. Karena itu, jauhkan Lebanon dari pengaruh asing untuk mencegah radikalisme," kata Shatila.

Ia menuduh AS menggagalkan misi Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Mousa untuk menyelesaikan problem Lebanon pekan lalu. "AS mengatakan inisiatif Arab tak ada kaitan dengan Lebanon. AS memberi lampu hijau pada kubu 14 Maret, yang berkuasa, untuk menjegal misi Amr Mousa," kata Shatila. (MTH)

No comments: