Wednesday, June 20, 2007


Palestina
Hamas Hanya Bersihkan Pengacau dari Fatah


Cairo, Kompas - Aksi Hamas di Jalur Gaza baru-baru ini hanya bertujuan membersihkan sekelompok kecil pengacau dari faksi Fatah yang berasal dari pejabat dan perwira keamanan loyalis Muhammad Dahlan.

Hamas tidak pernah ingin mendongkel kekuasaan Presiden Mahmoud Abbas yang terpilih secara demokratis. Sebaliknya Hamas tetap mengakui dan ingin membuka dialog dengan Abbas untuk mengembalikan situasi Palestina seperti semula.

Ketua komisi hukum di parlemen Palestina yang berasal dari Hamas, Mohammed FM El Goul, menegaskan hal tersebut kepada Kompas, Senin (18/6) di Cairo.

Ia menegaskan, sekelompok kecil pengacau itu yang menikmati kekuasaan dan jabatan penting di lembaga keamanan telah membunuh dan menyiksa anggota dan simpatisan Hamas. Mereka menjadi duri dalam daging dalam pemerintahan persatuan hasil kesepakatan Mekkah.

"Mereka itulah yang menghambat pelaksanaan kesepakatan Mekkah dengan cara memisahkan aparat keamanan dari pemerintahan persatuan pimpinan Ismail Haniya. Mereka membuat sistem komando sendiri yang terpisah dari pemerintahan Ismail Haniya. Bahkan mereka melakukan anarkisme keamanan untuk menggoyang pemerintahan Haniya," ungkap El Goul.

Ia menuduh pula, sekelompok kecil itu telah terlibat konspirasi dengan AS dan Israel untuk menjatuhkan pemerintahan Ismail Haniya. Bukti-bukti konspirasi itu sudah jelas, katanya, seperti Saeb Erekat (Ketua Juru Runding Palestina) dalam dialog dengan Hamas selalu mengatakan bahwa AS tidak mau Hamas berkuasa, baik berkuasa sendiri maupun berkoalisi.

Artinya, tambah El Goul, AS tentu berusaha segala cara untuk menjatuhkan pemerintahan Ismail Haniya. Meski demikian, tegas El Goul lagi, aksi Hamas itu bukan balas dendam atau merebut kekuasaan dan tidak pernah ada niat dari Hamas mendeklarasikan negara atau wilayah eksklusif Jalur Gaza.

"Hamas tetap mengakui Mahmoud Abbas sebagai Presiden Palestina untuk wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Khaled Meshaal (Kepala Biro Politik Hamas) dan Ismail Haniya sudah berkali-kali menegaskan bahwa Jalur Gaza dan Tepi Barat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan," lanjutnya.

Karena itu, lanjutnya lagi, Hamas menyambut baik keputusan sidang darurat Liga Arab tingkat menlu pekan lalu untuk mengirim tim pencari fakta ke Palestina, dan tim tersebut diharapkan bisa mendapatkan informasi yang hakiki di Jalur Gaza.

Untuk memperkuat misi tim pencari fakta itu, Liga Arab atau Negara Arab perlu mengumpulkan semua faksi Palestina untuk dialog guna mencari titik temu lagi. "Tidak ada bahasa lain untuk menyelesaikan perbedaan di Palestina kecuali dengan jalur dialog. Dialog ini bisa merupakan penyempurnaan dari kesepakatan Mekkah dan dialog terakhir di Cairo," kata El Goul.

Tentang pemerintahan darurat bentukan Abbas, ia menyatakan, UUD Palestina sudah jelas menentukan mekanisme pembentukan pemerintahan. Menurut dia, jika membentuk pemerintahan yang tidak sesuai dengan UUD tersebut, pemerintahan itu tidak sah dan merupakan aksi kudeta terhadap konstitusi dan hasil pemilu yang demokratis.

Ia mengungkapkan, dalam UUD Palestina tidak ada apa yang namanya pemerintahan darurat atau pemerintahan pelaksana dalam keadaan darurat.

Konspirasi Israel

Selain itu, lanjut El Goul, sebenarnya parlemen punya hak setiap saat menggelar sidang, bukan harus menunggu 30 hari, untuk memberi persetujuan atau menolak terhadap pemerintahan yang baru dibentuk. Namun, parlemen saat ini tidak bisa menggelar sidang karena tidak memenuhi kuorum, menyusul 40 anggota parlemen dari Hamas ditahan Israel. "Inilah konspirasi dari Israel untuk membuat kehidupan politik Palestina macet dan wilayah Palestina diklaim dalam keadaan darurat," lanjutnya.

Tentang ancaman Israel menghentikan suplai listrik dan bahan bakar ke Jalur Gaza, El Goul mengatakan, ancaman itu sudah sering terjadi, bahkan ancaman menyerang Jalur Gaza pun juga sering dilakukan, tetapi penduduk Jalur Gaza sudah terbiasa dengan hidup menderita dan dalam penindasan. "Saya kira itu hanya ancaman. Penduduk Jalur Gaza sudah hidup terkepung sejak masa Yasser Arafat, bukan sejak Hamas memenangkan pemilu," ungkapnya.

El Goul menyatakan, pintu solusi atas krisis Palestina tidak tertutup dan Hamas siap membuka dialog dengan Fatah. Ia menegaskan, Hamas masih menganggap kesepakatan piagam nasional bulan Juni 2006 dan kesepakatan Mekkah bulan Februari 2007 merupakan solusi ideal bagi krisis Palestina saat ini.

No comments: